MIMIKA, [LINTASTIMOR.ID] – Di bawah langit Mimika yang cerah, sehelai noken bukan sekadar tenunan serat alam, melainkan jalinan kasih, perjuangan, dan identitas perempuan Papua. Di hadapan ratusan pelaku UMKM, Titus Pekei Agiyadokii – pencetus gagasan Noken Papua di UNESCO – menyerahkan Sertifikat Noken UNESCO kepada mama-mama pengrajin noken, dalam sebuah seremoni yang sarat makna dan cinta budaya.
Dalam momentum Expo Festival UMKM Mimika, Senin (6/10/2025), penyerahan penghargaan itu disaksikan langsung oleh Bupati Mimika, Wakil Bupati Mimika, Deputi Bidang Usaha Kecil Kementerian Koperasi dan UMKM, Kepala Dinas Perindagkop dan UMKM Provinsi Papua Tengah, serta Ketua TP-PKK Kabupaten Mimika. Sebuah momen istimewa dalam rangkaian peringatan HUT ke-29 Kabupaten Mimika.
“Noken adalah napas dari rahim budaya Papua, simbol perdamaian dan keberlanjutan alam yang dijaga oleh tangan-tangan penuh kasih perempuan Papua,” tutur Titus lirih namun berwibawa.
Titus Pekei, tokoh yang dikenal sebagai Penggagas, Peneliti, Penulis, dan Pejuang Noken Budaya Papua, hadir bukan sekadar membawa penghargaan dunia, tetapi menghadirkan kembali semangat dari akar kearifan lokal yang telah diakui UNESCO sejak 4 Desember 2012.
Menurutnya, Noken bukan hanya benda, melainkan filosofi hidup. Ia tumbuh di tujuh wilayah budaya besar di Tanah Papua: Mamta, Saireri, Domberai, Bomberai, Anim-Ha, La-Pago, dan Me-Pago — termasuk Mimika yang menjadi tuan rumah penyerahan simbol pengakuan dunia tersebut.
“Ketika kita menenun Noken, sesungguhnya kita sedang menenun harapan, perdamaian, dan masa depan Papua,” ungkapnya dengan mata yang teduh memandang para mama pengrajin.
Sebagai putra asli Papua, Titus Pekei dikenal luas atas kiprahnya yang menembus batas diplomasi budaya. Ia bukan hanya pembawa Noken ke markas UNESCO di Paris tahun 2012, tetapi juga pelestari nilai-nilai luhur melalui Yayasan Noken Papua dan Yayasan Ekologi Papua yang didirikannya.
Kiprahnya meliputi penggerakan mama-mama pengrajin di tujuh wilayah budaya, penulisan buku-buku tentang Noken, hingga mendorong lahirnya pendidikan Noken dan kearifan lokal di sekolah-sekolah Mimika.
“Hutan dan Noken saling menjaga. Jika hutan hilang, Noken pun kehilangan jiwanya,” ujarnya sembari menyerukan pentingnya regulasi daerah untuk pelestarian Noken dan lingkungan hidup di Mimika.
Dalam keheningan upacara itu, tampak wajah-wajah mama pengrajin berseri bahagia. Mereka menggenggam sertifikat itu bukan sekadar penghargaan, tapi pengakuan dunia atas peluh dan cinta yang mereka tenun dari akar, serat, dan doa.
Titus Pekei menutup sambutannya dengan pesan lembut namun menggugah:
“Selama perempuan Papua masih menenun, maka Noken akan tetap hidup — dan selama Noken hidup, Papua tidak akan pernah kehilangan jati dirinya.”
(Redaksi – Lintastimor.id) Suara dar perbatasan untuk dunia