Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example 728x250
BeritaKabupaten MimikaNasional

Timika Darurat Sampah: Produksi Harian Capai 93 Ton, DLH Gandeng Kampus Susun Master Plan

113
×

Timika Darurat Sampah: Produksi Harian Capai 93 Ton, DLH Gandeng Kampus Susun Master Plan

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

TIMIKA, [LINTASTIMOR.ID] — Kota Timika kini berada dalam situasi darurat sampah. Volume sampah yang mencapai 93 ton per hari jauh melampaui kapasitas pengangkutan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang hanya mampu mengangkut 86 ton. Ironisnya, perilaku masyarakat yang masih kurang peduli terhadap pengelolaan sampah memperburuk kondisi ini.

Menjawab tantangan itu, DLH Mimika menggandeng Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Kristen Indonesia (UKI) Paulus Makassar untuk menyusun Master Plan Pengelolaan Persampahan Kabupaten Mimika.

Example 300x600

Seminar Akhir Penyusunan Master Plan yang digelar baru-baru ini menjadi tonggak penting menuju penanganan komprehensif permasalahan sampah di Mimika.

“Selama ini pengelolaan sampah kita hanya sampai pada tahap kumpul, angkut, buang. Padahal, harusnya dimulai dari pemilahan hingga pengolahan yang bernilai ekonomi,” ujar Ketua Tim Penyusun Master Plan, Firdaus.

Ia menjelaskan, penyusunan Master Plan ini merupakan kelanjutan dari seminar pendahuluan yang telah dilaksanakan pada April 2025. Tim kemudian melanjutkan dengan survei lapangan dan analisis mendalam terhadap pola produksi dan pengelolaan sampah di wilayah Mimika.

Meskipun Pemerintah Kabupaten Mimika telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah, Firdaus menilai, kehadiran Master Plan tetap krusial untuk mengubah pola pikir masyarakat serta memberikan arah kebijakan yang lebih terstruktur.

“Bicara Master Plan berarti bicara tentang rencana pengelolaan jangka panjang, mencakup aspek kelembagaan, pembiayaan, hingga pelibatan masyarakat,” ungkapnya.

Firdaus menegaskan, pengelolaan sampah tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Diperlukan kerja sama antara lembaga pemerintah, swasta, hingga komunitas lokal. Salah satu aspek penting dalam Master Plan adalah penyediaan pembiayaan yang memadai untuk pengadaan sarana-prasarana serta peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM).

“Petugas pengangkut sampah juga harus diperhatikan. Mereka seharusnya menerima honor yang layak, minimal di atas Upah Minimum Regional,” imbuh Firdaus.

Master Plan ini menargetkan dua capaian besar pada tahun 2035: peningkatan layanan pengelolaan sampah hingga 80 persen dan pengurangan produksi sampah hingga 60 persen, baik organik maupun non-organik.

Untuk mewujudkan itu, diperlukan penyebaran informasi dan edukasi publik secara masif, hingga ke tingkat kampung dan lembaga adat. Penegakan hukum juga harus dilakukan konsisten, terutama terhadap Perda yang sudah ada.

Sementara itu, Kepala DLH Mimika, Jefri Deda, menyebut penyusunan Master Plan ini sebagai langkah strategis yang akan menjadi dasar penyusunan program-program DLH ke depan.

“Melalui Master Plan ini, kita bisa susun program yang terarah sampai tahun 2030. Termasuk dalam hal perencanaan anggaran dan pendekatan kolaboratif dengan masyarakat,” kata Jefri.

Ia berharap, Master Plan ini tidak hanya menjadi dokumen formal, tapi juga menjadi alat untuk mendorong perubahan nyata di lapangan—khususnya dalam menekan volume sampah dan mendorong keterlibatan aktif warga.

“Kalau masyarakat sadar, maka beban pengangkutan oleh pemerintah bisa dikurangi. Itu kuncinya,” pungkas Jefri.

Dengan langkah awal ini, harapan pun tumbuh: Timika tak lagi dikenal sebagai kota darurat sampah, melainkan sebagai model pengelolaan sampah berkelanjutan di Papua.


 

Example 300250