Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
Gaya HidupNasionalPeristiwa

Tangis Soppeng Mengiringi Langkah Salahuddin Pergi

162
×

Tangis Soppeng Mengiringi Langkah Salahuddin Pergi

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

SOPPENG | LINTASTIMOR.ID)
Di bawah langit senja yang menggantung lembayung sendu, halaman Kejaksaan Negeri Soppeng berubah menjadi ruang perpisahan penuh air mata. Jumat  (24/10), langkah Kepala Kejaksaan Negeri Soppeng, Salahuddin, S.H, M.H., meninggalkan bumi Latemmamala disambut dengan isak, pelukan, dan doa yang tertahan di dada banyak orang.

Bukan sekadar upacara perpisahan. Di halaman yang biasa menjadi saksi tegaknya hukum dan disiplin itu, kini mengalir emosi yang tak bisa disembunyikan. Para pegawai, staf, dan rekan kerja berdiri berbaris, sebagian menunduk, sebagian lagi meneteskan air mata. Mereka melepas seorang pemimpin yang selama ini hadir bukan hanya sebagai penegak hukum, tapi juga peneguh hati.

Example 300x600

Salahuddin, lelaki bersahaja dengan senyum yang jarang pudar, dikenal bukan karena jabatan semata, melainkan karena ketulusannya membangun ikatan kemanusiaan di tengah birokrasi. Ia tak hanya memimpin dengan aturan, tapi juga dengan rasa.

“Beliau selalu menenangkan kami di saat sulit.
Di ruang kerja, senyumnya lebih cepat hadir daripada tegurannya,”
tutur seorang pegawai muda, suaranya bergetar di antara tangis rekan-rekannya.

Selama masa pengabdiannya di Soppeng, Salahuddin menjelma menjadi sosok yang menembus sekat pangkat dan jabatan. Dari pegawai honorer hingga jaksa senior, semuanya mengenal cara beliau menatap dengan lembut dan menyapa dengan bahasa sederhana—bahasa yang membuat siapa pun merasa dihargai.

Kini, ruang kerjanya kosong. Meja kayu yang biasa penuh berkas dan secangkir kopi hangat tinggal diam, seolah ikut menyimpan kisah kehangatan seorang pemimpin yang sudah melangkah pergi. Di dinding, foto kegiatan terakhirnya masih tergantung: senyum di antara jaksa-jaksa muda yang menatap dengan bangga—dan kini dengan rindu.

“Pak Salahuddin bukan hanya atasan.
Beliau seperti ayah bagi kami semua,”
ucap seorang staf perempuan dengan mata berkaca-kaca.

Kepergiannya bukan akhir dari kedekatan, melainkan awal dari kenangan yang akan terus hidup. Setiap langkah di koridor kantor, setiap tawa di ruang rapat, dan setiap pagi tanpa sapaan hangatnya akan menjadi pengingat betapa besar arti kehadirannya bagi banyak orang.

Salahuddin kini menapaki tugas baru—pengabdian yang menuntunnya ke tempat lain. Namun bagi Soppeng, ia telah menorehkan sesuatu yang tak tertulis dalam laporan kinerja: keteladanan dan kasih yang meninggalkan jejak panjang dalam hati.

By: Andi Rosha
(Laporan Khusus Lintastimor – Edisi Daerah)

Example 300250