Ratusan Siswa SMPN 8 Kupang Dilarikan ke RS Diduga Keracunan Makanan Bergizi Gratis
KUPANG |LINTASTIMOR.ID) —
Pagi yang semula riuh dengan tawa dan seragam biru putih mendadak berubah menjadi deru tangis, suara sirine ambulans, dan rintihan anak-anak yang terbaring lemah. Sebanyak lebih dari 100 siswa SMP Negeri 8 Kupang dilarikan ke sejumlah rumah sakit setelah mengalami gejala keracunan makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Di ruang IGD rumah sakit, para siswa—masih mengenakan seragam sekolah—terbaring dengan selang infus di tangan, sebagian memejamkan mata menahan sakit, sementara lainnya menangis memanggil orang tua.
“Tuhan… tolong anak saya. Tadi pagi dia sehat, sekarang sudah lemas begini,”
lirih seorang ibu, matanya sembab, tangannya tak lepas dari dahi anak lelakinya yang pucat di ranjang.
Gizi yang Berbalik Jadi Derita
Insiden terjadi Selasa pagi, hanya sehari setelah siswa menerima menu MBG berupa rendang, tahu, sayur kering, dan pisang. Pagi harinya, sejumlah siswa mulai mengeluhkan mual, sakit perut, muntah, hingga diare. Dalam waktu singkat, korban bertambah cepat—hingga ruang UKS tak lagi mampu menampung.
Sebagian besar siswa langsung dirujuk ke RSUD Prof. W. Z. Johannes, RSUD S.K. Lerik, RS Siloam, dan RS Mamami. Tampak dalam foto yang beredar, para tenaga medis berjibaku menangani korban, sementara meja peralatan medis dipenuhi jarum suntik, infus, dan rekam medis darurat.
“Rendangnya Asem, Pisangnya Berulat”
Jacki Andreas Bani, siswa kelas VII C, bercerita bahwa malam sebelum insiden, ia sudah merasa perutnya tidak enak setelah makan siang MBG.
“Saya cuma makan sedikit, rendangnya sudah agak asem. Pisang juga kayak lembek. Tapi saya kira biasa saja…,” katanya pelan.
Keterangan ini diperkuat sejumlah orang tua yang mengaku sempat mencicipi sisa makanan anaknya. “Dagingnya sudah hambar dan bau, itu tidak layak dimakan,” ujar Yustina Mooy, wali murid yang mendampingi anaknya di RS Siloam.
Medis Berpacu, Pemerintah Bereaksi
Wali Kota Kupang, dr. Christian Widodo, langsung meninjau penanganan korban. Ia memerintahkan seluruh rumah sakit siaga penuh dan menjamin perawatan gratis bagi semua siswa terdampak.
“Tuhan menolong lewat tangan para medis. Kita pastikan anak-anak kita pulih total,” ujarnya di RSUD S.K Lerik.
Sementara itu, Dinas Kesehatan dan BPOM telah mengambil sampel makanan untuk uji laboratorium. Dugaan awal mengarah pada kualitas penyimpanan makanan yang tak sesuai prosedur, namun penyelidikan masih berjalan.
Kelas yang Kosong, Trauma yang Tinggal
Hari ini, ruang-ruang kelas di SMPN 8 Kupang tampak kosong. Tak ada canda, tak ada pelajaran. Yang tertinggal hanya kekhawatiran dan duka. Para guru masih sibuk mendampingi korban di rumah sakit.
“Kami semua terpukul. Ini luka batin buat kami guru, apalagi bagi anak-anak yang harus melalui ini di usia yang sangat muda,” kata Kepala Sekolah Maria Roslin Lana dengan mata merah.
Makan Bergizi yang Menjadi Istri Berbahaya
Program MBG sejatinya adalah inisiatif baik pemerintah untuk menjamin hak anak terhadap gizi seimbang. Tapi kejadian ini membuka luka besar: lemahnya pengawasan, kurangnya SOP ketat, dan minimnya pengujian makanan sebelum dibagikan.
“Kalau begini, kami lebih baik siapkan bekal dari rumah. Lebih aman. Anak kami bukan kelinci percobaan,” ujar seorang ayah dengan nada kecewa.
Doa dari Bangsal: Semoga Ini Tak Terulang Lagi
Di ujung ruangan IGD, seorang siswa perempuan tampak lemas dengan tangan terinfus. Ia mencoba tersenyum saat ibunya membelai rambutnya.
“Saya cuma ingin cepat sembuh. Saya mau sekolah lagi, tapi nggak mau makan dari kantin,” bisiknya lirih.
Insiden ini bukan hanya tentang sakit perut. Tapi tentang trauma, tentang amanah yang tak terjaga, dan tentang anak-anak yang hanya ingin sekolah dengan rasa aman.