Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
BeritaNasionalTeknologi

Tanah yang Dibuka, Hidup yang Dipertaruhkan: Ketika Lahan Bicara tentang Tanggung Jawab”

40
×

Tanah yang Dibuka, Hidup yang Dipertaruhkan: Ketika Lahan Bicara tentang Tanggung Jawab”

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

BETUN |LINTASTIMOR.ID)-Pada setiap jengkal tanah yang terbelah oleh bajak, tersimpan harapan yang tak boleh dikhianati. Tanah bukan sekadar hamparan sunyi yang diolah lalu ditinggalkan, melainkan rahim kehidupan yang menuntut kesetiaan manusia. Dari sanalah suara Bupati Malaka, dr. Stefanus Bria Seran (SBS), menggema—bukan sebagai perintah kekuasaan, melainkan panggilan nurani.

Di hadapan realitas pertanian Malaka, SBS berdiri tegas. Ia tidak sedang berbicara tentang angka-angka di atas kertas APBD, melainkan tentang etika mengelola tanah dan martabat petani yang bergantung padanya.

Example 300x600

“Lahan-lahan yang sudah diolah harus dimanfaatkan. Tidak boleh dibiarkan kosong,” tegas SBS, Senin (15/12/2025), dengan nada yang lebih menyerupai pengingat moral daripada instruksi administratif.

Pernyataan itu sederhana, namun menghunjam. Sebab lahan yang telah diolah dengan dana publik adalah simbol kehadiran negara di ladang-ladang rakyat. Ketika lahan itu dibiarkan terlantar, yang hilang bukan hanya potensi panen, tetapi juga kepercayaan pada ikhtiar bersama.

Program olah lahan yang dibiayai sepenuhnya melalui APBD Kabupaten Malaka merupakan buah visi kepemimpinan SBS bersama Wakil Bupati Henri Melki Simu (HMS). Program ini bukan sekadar proyek teknis, melainkan upaya memulihkan relasi manusia dengan tanah—membuka kembali lahan yang lama tidur, membangunkan harapan yang nyaris padam.

Dalam perspektif ilmu pertanian, lahan yang telah diolah namun tidak ditanami adalah kehilangan ganda: kehilangan unsur hara yang terpapar tanpa produksi, dan kehilangan momentum tanam yang ditentukan oleh musim. Dalam perspektif sastra kehidupan, itu adalah janji yang tidak ditepati.

Karena itu, SBS menegaskan peran strategis aparat desa dan camat. Mereka bukan sekadar perpanjangan tangan birokrasi, melainkan penjaga kesinambungan—mengawal proses dari olah tanah, masa tanam, hingga panen.

“Pihak desa dan camat wajib mengawal agar program ini berjalan efektif dan benar-benar memberi manfaat bagi petani,” ujarnya, lugas namun sarat tanggung jawab.

Di sinilah pertanian Malaka menemukan denyutnya: pada kolaborasi antara kebijakan dan kesadaran. Tanah tidak akan berbuah hanya karena dibajak, tetapi karena dirawat dengan konsistensi. Petani tidak akan sejahtera hanya karena program, tetapi karena keberlanjutan.

Lebih jauh, komitmen ini adalah bagian dari cita-cita besar: ketahanan pangan daerah. Pertanian bukan sektor pinggiran, melainkan fondasi peradaban. Di Malaka, sawah dan ladang bukan hanya ruang produksi, tetapi ruang pendidikan—tempat manusia belajar tentang kerja keras, kesabaran, dan tanggung jawab sosial.

“Ini adalah bukti kehadiran pemerintah di tengah masyarakat. Kita ingin petani dimudahkan dan pertanian Malaka terus berkembang,” pungkas SBS, menutup pesannya dengan keyakinan yang tenang.

Maka, lahan yang telah diolah tidak boleh sunyi. Ia harus ditanami, dirawat, dan dipanen. Sebab di sanalah negara menepati janjinya, petani menemukan martabatnya, dan Malaka menanam masa depannya.

Tanah sudah dibuka.
Kini, manusialah yang diuji.

Example 300250
Penulis: Agustinus BobeEditor: Agustinus Bobe