Sebuah drone melintas rendah di atas Pulau Sebayur Besar—dan apa yang direkamnya membuat KPK terdiam.
LABUAN BAJO |LINTASTIMOR.ID)-
Pulau Sebayur Besar, yang biasanya dikenal wisatawan sebagai surga snorkeling dan diving, mendadak menjadi titik gelap dalam peta konservasi Indonesia.
Hanya 20 menit dari Labuan Bajo dengan speedboat, pulau ini kini menyingkap cerita lain: tambang emas ilegal yang bekerja diam-diam di pintu gerbang Taman Nasional Komodo.
Ketua Satgas Koordinasi Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patra, berdiri di bawah terik matahari Labuan Bajo, Jumat (28/11/2025), masih menyisakan nada heran dalam suaranya.
“Kami kaget ternyata ada juga di wilayah sekitar Taman Nasional Komodo… di Pulau Sebayur Besar,” ujarnya, seraya memperlihatkan video drone yang merekam aktivitas penambangan.
Dalam video itu, guratan-guratan tanah yang dikupas paksa terlihat jelas—seperti luka yang baru dibuka di tubuh pulau kecil itu.
Tambang dalam Sunyi Konservasi
Sebayur Besar adalah halaman depan Komodo, ruang peralihan antara kehidupan laut yang bening dan daratan konservasi yang dilindungi ketat. Lokasi yang seharusnya steril dari eksploitasi ternyata disusupi aktivitas menahun yang tak pernah terendus secara resmi.
Dian turun langsung ke lokasi, menyisir jalur curam dan bukit berbatu. Ia ingin memastikan satu hal yang selama ini menjadi bayang-bayang setiap operasi ilegal di Indonesia: apakah ada yang membekingi?
“Harapan kita ini harus dihentikan. Jangan sampai sudah ilegal, ada backing-backing, lingkungan rusak, pariwisata rusak,” tegasnya.
Kalimat itu menggema seperti peringatan dini sebelum kerusakan semakin dalam.
Ancaman Nyata bagi Komodo dan Labuan Bajo
Tambang emas ilegal bukan sekadar lubang di tanah—ia adalah rantai kerusakan dari hulu hingga hilir.
Di kawasan sensitif seperti TN Komodo, ancamannya berlipat ganda:
- Sedimentasi dapat merusak terumbu karang, yang menjadi atraksi utama wisata bahari.
- Pencemaran air dari bahan olahan tambang dapat mengubah ekosistem laut.
- Perubahan kontur tanah berpotensi memicu longsor atau erosi.
- Dan yang paling krusial: gangguan langsung pada habitat komodo, reptil purba yang hanya ada di Indonesia.
Labuan Bajo yang sedang membangun citra sebagai destinasi wisata dunia pun berada dalam posisi rawan. Bencana ekologis sekecil apa pun dapat menghancurkan kepercayaan wisatawan dan investor.
Langkah Solusi: Mengikat Negara pada Komitmennya
Dalam perspektif jurnalisme solusi, temuan ini adalah titik awal—bukan akhir cerita.
KPK telah melaporkannya ke lintas kementerian:
- Kementerian Kehutanan
- Kementerian Lingkungan Hidup
- Kementerian ESDM
- Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat
Tim gabungan akan turun melakukan verifikasi, penertiban, dan penindakan. Namun lebih dari itu, ada kebutuhan mendesak untuk membangun sistem pengawasan terpadu di wilayah konservasi—terutama kawasan yang berdekatan dengan destinasi internasional.
Teknologi drone, patroli bersama, regulasi ketat, hingga pemberdayaan masyarakat pesisir dapat menjadi tembok yang mencegah kasus serupa terulang.
Catatan Akhir: Luka yang Tidak Boleh Dibiarkan Menganga
Dalam dunia konservasi, setiap luka adalah ancaman masa depan.
Sebayur Besar kini memiliki luka itu—luka yang memperlihatkan betapa mudahnya sebuah surga berubah menjadi target eksploitasi.
Dian Patra menutup pernyataannya dengan nada yang tajam namun penuh harapan:
“Komodo satu-satunya di dunia. Lingkungannya harus kita jaga. Biar tim turun dan memastikan ini dihentikan.”
Sebuah pengingat bahwa di tengah laju pembangunan pariwisata, Komodo dan ruang hidupnya tetap yang paling harus dipertahankan.
Karena tanpa alam yang terjaga, Labuan Bajo hanya akan menjadi nama—bukan lagi keajaiban.
















