Opini Hukum Militer
**Oleh: Agustinus Bobe, S.H., M.H
Pengamat Hukum Militer di Indonesia Timur
Rangkaian Fakta Hukum: Kekerasan yang Menggugurkan Kemanusiaan
Setiap perkara pidana militer harus dibedah bukan hanya dari sudut hukum, tetapi dari sudut fakta moral. Dalam kasus Prada Lucky Namo, fakta menunjukkan bahwa korban tidak berhadapan dengan musuh negara, melainkan dengan rekan sebaraknya sendiri.
Akan terlihat, dalam rekonstruksi serta keterangan saksi:
- adanya tindakan kekerasan berulang,
- dilakukan oleh banyak orang,
- dalam kondisi korban tidak berdaya,
- tanpa upaya pencegahan dari prajurit lain,
- dan mengakibatkan hilangnya nyawa.
Secara hukum, rangkaian ini memenuhi unsur perbuatan bersama (medeplegen) sebagaimana Pasal 55 KUHP, yang dalam konteks militer dipertegas bahwa hierarki dan kepatuhan tidak dapat dijadikan dalih untuk melakukan kekerasan brutal.
Militer memiliki prinsip:
“Setiap perintah tidak boleh bertentangan dengan hukum.”
Jika ada prajurit yang “mengikuti arus kekerasan”, maka itu bukan disiplin—itu pembusukan.
Tanggung Jawab Komando dan Moral Unit
Hukum pidana militer juga mengenal tanggung jawab komando (command responsibility).
Dalam konteks ini, perlu diuji:
- apakah ada pembiaran,
- apakah atasan mengetahui potensi kekerasan,
- apakah tindakan pencegahan dilakukan,
- apakah rantai komando gagal menjalankan fungsi pengawasan.
Pasal 126 KUHPM menegaskan bahwa komandan atau atasan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana apabila mengetahui atau patut menduga adanya pelanggaran berat, tetapi tidak bertindak.
Jika terbukti ada unsur pembiaran, maka:
Setiap atasan yang menutup mata terhadap kekerasan, turut bersalah dalam kematian seorang prajurit.
Ini penting agar kasus Prada Lucky Namo tidak berhenti pada level pelaksana, tetapi menyentuh akar kegagalan manajerial dalam satuan.
Etika Militer: Luka yang Ditutup dengan Seragam
Seragam itu simbol kehormatan.
Namun simbol itu menjadi retak ketika kekerasan internal dibiarkan, atau dianggap sebagai “ritual pembinaan”.
Prajurit ditempa untuk menghadapi musuh negara, bukan untuk menghajar rekan seangkatannya.
Sapta Marga butir ke-1:
“Kami adalah patriot Indonesia, yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah.”
Namun apa artinya patriotisme jika justru “perang internal” menghilangkan nyawa?
Nilai-nilai etika militer mengharuskan:
- perlindungan antar prajurit,
- loyalitas kepada kebenaran,
- kepemimpinan yang melindungi bawahan,
- zero tolerance terhadap perundungan.
Setiap prajurit yang terlibat dalam pembunuhan Prada Lucky Namo telah menistakan nilai sakral korps.
Maka, selain pidana pokok, pidana tambahan berupa pemecatan layak dijatuhkan kepada mereka yang terbukti melanggar secara berat.
Analisis Dampak Institusional: Mengapa Pengadilan Ini Menjadi Ujian TNI
Kasus ini menyentuh tiga isu sentral:
1. Reputasi TNI di mata publik
“Militer kuat” bukan berarti “militer menutupi kesalahan.”
Justru transparansi dan sikap tegas terhadap pelanggaran internal menunjukkan kematangan institusi.
2. Moral prajurit muda
Generasi muda TNI kini memandang sidang ini sebagai preseden.
Jika para terdakwa hanya mendapat hukuman ringan, industri kekerasan akan berulang.
3. Standar pembinaan kesatuan
Perkara ini dapat menjadi titik balik perbaikan sistem pembinaan, agar kekerasan tidak dianggap “tradisi tak terlihat”.
Dalam analisa saya, perkara ini memiliki bobot sejarah yang jarang dimiliki kasus militer lainnya di Nusa Tenggara Timur.
Tuntutan Hukum: Apa yang Semestinya Dimintakan Oditur Militer
Agar keadilan terpenuhi, oditur seharusnya mempertimbangkan:
1. Dakwaan Berlapis
- Primer: Pasal 338 KUHP jo. Pasal 55 KUHP (pembunuhan bersama-sama)
- Subsider: Pasal 351 ayat (3) (penganiayaan mengakibatkan kematian)
- Lebih Subsider: Pasal 170 KUHP (kekerasan bersama-sama)
- Tambahan: Pasal 103, Pasal 151, serta pasal disiplin KUHPM.
2. Tuntutan Pidana Maksimal
Untuk menjaga marwah satuan dan memberikan efek jera.
3. Pidana Tambahan
- pemecatan dari dinas militer,
- pencabutan hak-hak tertentu,
- larangan memegang jabatan yang berhubungan dengan pembinaan personel.
4. Rekomendasi Reformasi Internal
Pengadilan dapat meminta agar satuan asal melakukan evaluasi sistem pembinaan, terutama terkait kekerasan dalam pola “latihan internal”.
Keadilan Substantif: Lebih dari Sekadar Putusan
Keadilan dalam perkara Prada Lucky Namo bukan hanya menghukum pelaku.
Keadilan juga berarti:
- mengakui bahwa budaya kekerasan itu ada,
- membasminya secara struktural,
- memulihkan nama baik korban dan keluarganya,
- memastikan kasus ini tidak berulang.
Dalam opini saya, satu hal paling penting adalah:
Pengadilan Militer Kupang harus menetapkan standar baru penanganan kekerasan antarprajurit di Indonesia.
Jika tidak, seragam hanya akan menjadi pakaian tanpa kehormatan.
Hukum Adalah Benteng Terakhir Kemanusiaan
Prada Lucky Namo telah tiada.
Namun kepergiannya memanggil seluruh sistem peradilan militer untuk berdiri tegak.
Dan keadilan tidak akan pernah tegak bila hukum hanya menjadi buku, bukan menjadi nurani.
Dalam setiap sidang, hakim, oditur, penasihat hukum, dan prajurit yang hadir mesti ingat:
“Seragam boleh melindungi negara, tetapi tidak boleh melindungi kejahatan.”
Kita menuntut bukan karena benci terhadap prajurit,
tetapi karena kita mencintai institusi itu agar tetap terhormat.
















