MIMIKA,[LINTASTIMOR.ID] – Angin laut berembus lembut saat Ny. Suzy Rettob, Ketua TP-PKK Kabupaten Mimika, melangkah meninjau sekolah di Distrik Amar. Di antara senyum anak-anak pesisir yang polos, ia menemukan kenyataan yang mengusik hati seorang ibu: bahan pangan di sekolah-sekolah masih jauh dari cukup.
“Anak-anak di Amar masih kekurangan bahan pangan penting seperti telur, susu, dan minyak goreng. Ini harus segera ditangani agar kebutuhan gizi mereka terpenuhi,” tutur Suzy dengan nada lembut namun penuh kepedulian.
Kunjungan itu awalnya sederhana — meninjau kegiatan belajar di PAUD Amar sebagai bagian dari tugasnya selaku Bunda PAUD Mimika. Namun langkah kakinya terhenti di dapur sekolah saat jam makan siang tiba. Wajan kecil yang hampir kosong, rak beras yang mulai menipis, dan ketiadaan susu di meja makan anak-anak menjadi pemandangan yang tak bisa ia abaikan.
Suzy kemudian mencatat satu per satu kekurangan bahan pokok — mulai dari beras, gula, susu, telur, hingga minyak goreng. Semua tampak terbatas dan tidak cukup untuk menunjang kebutuhan gizi anak-anak sekolah di wilayah pesisir yang jauh dari jangkauan distribusi reguler.
“Ini bukan sekadar soal makan, tapi tentang masa depan anak-anak kita. Mereka butuh gizi agar bisa belajar dengan baik, tumbuh sehat, dan bermimpi besar,” ujarnya menatap anak-anak yang tengah menikmati makan siang sederhana mereka.
Ia mengingatkan bahwa wilayah pesisir seperti Amar memiliki tantangan logistik yang berat. Biaya transportasi tinggi, akses terbatas, dan pasokan bahan pokok yang tidak rutin membuat kebutuhan dasar sering kali terabaikan.
“Kami akan berkoordinasi dengan dinas terkait agar ada distribusi rutin bahan pangan, terutama untuk anak-anak sekolah di pesisir. Mereka butuh perhatian lebih,” tegasnya.
Dalam balutan kain batik sederhana, Ny. Suzy Rettob tak hanya tampil sebagai istri bupati, tetapi sebagai sosok ibu yang membawa kasih dan empati hingga ke pelosok. Ia memastikan bahwa program PKK Mimika akan terus bersinergi dengan pemerintah daerah, memperkuat ketahanan pangan keluarga, dan menjaga agar setiap anak di Mimika tumbuh dengan gizi yang cukup serta cinta yang merata.
Di Amar kala itu, suara tawa anak-anak kembali menggema — mungkin belum karena perut kenyang, tapi karena mereka tahu, kini ada seorang ibu yang peduli.



							












