TIMIKA [LINTASTIMOR.ID] –
Di aula sederhana Kuala Kencana, Selasa siang itu, tangan-tangan pemerintah berbalut niat mulia. Bupati Mimika, Johannes Rettob, berdiri di hadapan para kepala distrik, menyerahkan simbol harapan: sembako dari dana Otonomi Khusus tahun 2025, senilai Rp 7,9 miliar.
Sebuah perjalanan panjang dimulai, menuju rumah-rumah sederhana di sepuluh distrik: Wania, Kuala Kencana, Kwamki Narama, Iwaka, Mimika Timur, Mimika Tengah, Mimika Barat, Amar, Mimika Barat Tengah, dan Jita.
Sebanyak 5.600 kepala keluarga menunggu dengan sabar, menaruh harap pada karung-karung beras, gula, minyak, dan tepung, yang lebih dari sekadar bahan pangan—ia adalah tanda hadirnya negara.
“Ada 5.600 KK yang menerima di 10 distrik.
Bansos ini untuk masyarakat miskin, penyandang disabilitas, anak terlantar, dan mereka yang sungguh membutuhkan,”
ujar Plt. Kepala Dinsos Mimika, Devota M. Leisubun, dengan suara yang bergetar oleh tanggung jawab.
Di balik angka, ada wajah-wajah.
550 keluarga di Wania.
505 di Kuala Kencana.
545 di Kwamki Narama.
500 di Iwaka.
700 di Mimika Timur.
500 di Mimika Tengah.
650 di Mimika Barat.
650 di Amar.
500 di Mimika Barat Tengah.
Dan 500 di Jita.
Setiap angka adalah nama.
Setiap karung sembako adalah cerita.
Bupati Rettob menekankan, bantuan ini bukan sekadar distribusi dana Otsus. Ia adalah jembatan kecil menuju rasa adil.
“Saya sangat berharap bantuan ini benar-benar sampai ke masyarakat sesuai data yang benar.
Jangan sampai menimbulkan kecemburuan sosial, biarlah sembako ini mengalir sebagai berkat yang membangun persaudaraan,”
pesan Bupati dengan nada lirih namun tegas.
Sepuluh kepala distrik hadir, Forkompinda turut menyaksikan.
Di ruangan itu, janji dan doa berpadu.
Bansos sembako bukan akhir, melainkan awal:
awal dari perjalanan pemerintah untuk menyentuh delapan distrik lainnya di tahun mendatang.
Dan di Mimika—tanah yang dikelilingi hutan, sungai, dan laut—
setiap butir beras yang dibawa ke rumah rakyat
menjadi simbol cinta sederhana dari negara untuk anak-anaknya.