MIMIKA |LINTASTIMOR.ID)-Di sebuah ruang rapat yang terang namun penuh ketegangan halus, Pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika kembali duduk satu meja. Hari itu, bukan sekadar RUPS—melainkan momen menimbang arah masa depan divestasi Freeport yang telah dua tahun berjalan penuh asa, dinamika, dan kerja senyap.
Pertemuan di Kantor Gubernur Papua, Rabu (26/11/2025), menghadirkan Gubernur Mathius D. Fakhiri, Bupati Mimika Johanes Rettob, serta jajaran direksi dan komisaris PT Papua Divestasi Mandiri (PDM) yang kini memikul mandat pengelolaan 10 persen saham PT Freeport Indonesia.
Tak ada yang benar-benar sederhana ketika berbicara tentang saham Freeport. Ada sejarah panjang, ada janji kesejahteraan, ada harapan yang selalu tumbuh-renyah di tanah yang kaya namun rapuh ini.
Fakhiri duduk tegak, matanya tajam, suaranya tenang namun menyimpan ketegasan orang yang menunggu jawaban.
“Kami ingin penjelasan jelas tentang apa saja yang sudah dikerjakan dua tahun terakhir,”
ujar Gubernur Fakhiri, lembut namun menancap.
“Ini bentuk pertanggungjawaban direksi dan komisaris—tentang bagaimana dividen itu ditindaklanjuti.”
Di sisi lain meja, Bupati Rettob mengangguk perlahan. Ada nada harapan di mimik wajahnya—sebuah harapan agar perjalanan saham ini tak sekadar jadi kisah besar di atas kertas.
“RUPS ini untuk membangun kembali kebersamaan. Saham ini bukan hanya soal angka, tetapi tentang masa depan Papua dan Mimika,”
tutur Rettob, tenang namun sarat makna.
“Semoga apa yang kita usahakan menjadi berkat bagi masyarakat Papua secara keseluruhan.”
Dua tahun terakhir, perjalanan PDM tak sepenuhnya mulus. Ada direksi yang jatuh sakit, ada yang mengundurkan diri, ada batu-batu kecil yang menghambat langkah besar. Karena itu, Gubernur Fakhiri mendorong evaluasi pada Januari 2026—sebuah upaya merapikan fondasi sebelum memulai tahun baru dengan struktur yang lebih bertenaga.
Di balik setiap kalimat, tersembunyi sebuah pesan: bahwa divestasi bukanlah trofi, melainkan amanah yang menuntut kerja keras, kecermatan, dan transparansi.
Dalam hening yang mengisi ruang selepas RUPS, ada kesadaran yang pelan-pelan menjelma: Papua dan Mimika sedang menulis bab baru pengelolaan kekayaan mereka sendiri. Bukan lagi penonton, bukan lagi penunggu, tetapi pemilik yang mesti memastikan setiap rupiah dividen kembali sebagai cahaya bagi masyarakat di kampung-kampung yang sunyi.
Esok, mereka akan kembali bekerja dengan caranya masing-masing. Namun hari ini, RUPS itu menjadi penanda: bahwa perjalanan panjang divestasi Freeport sedang diarahkan kembali ke jalur yang semestinya.
Sebuah langkah kecil.
Namun di tanah emas yang lama digali, langkah kecil sering kali menjadi perubahan besar.
















