Oleh Redaksi Gaya Hidup & Pendidikan – Lintastimor.id
Tagline: Suara dari Perbatasan untuk Perdamaian Dunia
JAKARTA | LINTASTIMOR.ID – Jumat yang hangat di Bandara Soekarno-Hatta menjadi saksi langkah anggun seorang gadis asal Sumba, Rita Uru Hida, yang baru saja tiba dari Singapura. Senyum yang ia bawa bukan sekadar salam perantau yang pulang, melainkan tanda dari perjalanan panjang menuju satu momen sakral: wisuda sarjana hukum Universitas Terbuka Jakarta.
Dibalut kain khas Sumba berwarna kuning emas berpadu tenun hitam bermotif kuda, Rita tampak berseri. Di matanya, ada cahaya bahagia yang sulit disembunyikan—campuran antara rasa haru, syukur, dan kebanggaan.
“Saya datang bukan hanya untuk menerima ijazah, tapi untuk menghormati perjalanan yang penuh air mata, doa, dan cinta,” tutur Rita lembut, Minggu (26/10/2025) malam.
Langkah dari Singapur, Harapan ke Ibu Kota
Rita Uru Hida adalah potret gadis Sumba masa kini—cerdas, berani, dan tetap setia pada akar budayanya. Sejak kecil ia sudah bermimpi menjadi sarjana hukum, karena baginya, hukum adalah bahasa keadilan bagi mereka yang sering kali tak bersuara.
Perjalanannya ke Jakarta bukan yang pertama, tapi kali ini terasa berbeda. Ia datang sebagai seseorang yang telah menuntaskan satu babak besar dalam hidupnya. Dari ruang belajar sederhana di Singapur, hingga layar virtual selama kuliah daring di Singapura, semua ia lalui dengan ketekunan yang nyaris tanpa jeda.
“Dulu saya hanya ingin bisa menulis nama saya di bawah kata Sarjana Hukum. Tapi ternyata, perjuangan ini mengajarkan saya arti lebih dalam: bahwa keadilan dimulai dari keberanian memperjuangkan mimpi,” ujarnya sambil tersenyum.
Cinta yang Mengiringi Perjalanan
Di balik pencapaiannya, ada kisah cinta yang halus seperti tenunan kain Sumba—tentang doa seorang ibu yang tak pernah putus, tentang ayah yang selalu percaya, dan sahabat-sahabat yang menjadi keluarga di perantauan.
Rita mengenang setiap malam belajar yang ditemani kopi dan keheningan. “Kadang saya menangis sendiri, tapi saya percaya, setiap air mata perempuan Sumba adalah benih kekuatan,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Wisuda, Simfoni Terakhir dari Sebuah Perjuangan
Ketika musik Gaudeamus Igitur nanti mengalun di aula Universitas Terbuka Jakarta, Rita tahu, langkahnya dari Timur telah tiba di tujuan. Ia akan berjalan di atas karpet merah bukan sekadar sebagai mahasiswa, tapi sebagai simbol generasi perempuan Nusa Tenggara Timur yang mampu berdiri sejajar dengan siapa pun di panggung nasional.
“Jakarta hanya tempat, tapi hati saya tetap di Sumba,” katanya pelan. “Setiap kali saya mengenakan kain ini, saya membawa seluruh tanah kelahiran saya dalam dada.”
Lintastimor.id: Menyulam Cerita dari Timur untuk Dunia
Perjalanan Rita Uru Hida adalah kisah tentang pendidikan, budaya, dan cinta pada asal-usul. Ia datang dari jauh, membawa semangat Sumba ke jantung ibu kota.
Dan ketika ia melangkah menuju panggung wisuda, sesungguhnya ia sedang menulis satu kalimat indah dalam sejarah:
bahwa dari Timur, lahir generasi perempuan yang bukan hanya cantik dalam rupa, tapi gagah dalam cita.
















