ATAMBUA | LINTASTIMOR.ID – Suara dari Perbatasan untuk Dunia-
Langit Atambua siang itu berwarna biru pucat, dihiasi awan tipis yang bergerak lamban di atas perbukitan Belu. Di kaki perbatasan yang sunyi, puluhan bus berhenti bergantian di halaman Kampus Politeknik Ben Mboi Universitas Pertahanan RI (UNHAN). Dari dalamnya turun ratusan pejabat struktural lingkup Pemerintah Provinsi NTT. Jas rapi, wajah serius, dan langkah teratur mengiringi hari pertama retret yang tak biasa: retret di kampus pertahanan, retret dengan denyut disiplin.
Di antara keramaian itu, Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena, S.Si., Apt., berdiri di podium sederhana. Senyum tipis tersungging, matanya menyapu seisi aula. Dari podium itulah, ia menyampaikan kekaguman yang jujur, lahir dari kejutan perdananya saat menjejakkan kaki di kampus ini.
“Ketika saya tiba di Belu, Pak Bupati mengajak saya ke tempat ini. Saya kaget, ternyata ada kampus sehebat ini di NTT. Banyak orang belum tahu. Karena itu saya undang Pak Dekan ke Kupang untuk menyelenggarakan retret ini di Universitas Pertahanan RI,”
— Gubernur Emanuel Melkiades Laka Lena
Belajar Menjadi Disiplin
Retret ini tidak dirancang untuk sekadar menyimak ceramah. Ia hadir sebagai ruang latihan hidup: bangun tepat waktu, berbaris, berolahraga, makan bersama, lalu kembali ke kelas menyerap materi tentang bangsa, dunia, dan kepemimpinan.
“Mari kita jalani seluruh tahapan sesuai aturan UNHAN: tidur jam berapa, bangun jam berapa, olahraga, makan, dan mengikuti materi dengan baik. Setelah retret, kita terapkan disiplin ini di OPD masing-masing. Saya tidak ingin mendengar ada yang bolos atau melakukan hal-hal yang tidak perlu,”
— Gubernur NTT menegaskan dengan nada tegas namun hangat
Bagi sebagian pejabat, ritme ini mungkin terasa asing. Namun dari sinilah transformasi dimulai: belajar bahwa melayani publik butuh kesadaran, disiplin, dan kerendahan hati.
Retret dengan Denyut Wawasan Nusantara
Dalam sesi berikutnya, Gubernur tak hanya membuka acara, tetapi juga menjadi narasumber. Materinya: “NTT Sebagai Bagian Strategis Wawasan Nusantara.” Pesan yang mengingatkan bahwa tanah Flobamorata bukanlah pinggiran, melainkan garda depan negeri, tempat Indonesia berjumpa langsung dengan dunia.
Aksi simbolis juga hadir. Di sela kegiatan, Gubernur menyerahkan bantuan alat tangkap ikan kepada kelompok nelayan serta handtractor untuk kelompok tani. Dari ruang akademis ke lapangan hidup, pesan itu jelas: pembangunan bukan hanya soal disiplin pejabat, tetapi juga daya hidup masyarakat.
Kehangatan di Tanah Perbatasan
Kehadiran Gubernur NTT di Belu disambut dengan tangan terbuka. Bupati Willybrodus Lay, Dekan Universitas Pertahanan RI, para dosen UNHAN, pimpinan OPD Kabupaten Belu, mahasiswa-mahasiswi, hingga para peserta retret menyatu dalam suasana penuh kekeluargaan.
Retret ini seolah mengabarkan sesuatu dari perbatasan: bahwa Belu bukan sekadar garis di peta, melainkan ruang lahirnya perubahan. Dari aula kampus pertahanan ini, lahir harapan agar pejabat NTT membawa pulang lebih dari sekadar sertifikat—mereka pulang dengan disiplin, wawasan, dan kesadaran baru untuk melayani.
Dari tanah perbatasan, NTT belajar arti disiplin dan kebangsaan. Dari Belu, suara kecil itu bergema ke seluruh Nusantara.