OPINI HUKUM
Oleh: Agustinus Bobe, S.H., M.H
Pengamat Hukum Pidana Indonesia Timur
Setelah menunggu nyaris setengah abad, Indonesia akhirnya memasuki babak baru dalam reformasi hukum acara pidana. Revisi KUHAP yang disahkan DPR dan Pemerintah bukan sekadar pembaruan teks undang-undang, melainkan koreksi mendasar atas paradigma penegakan hukum yang selama ini dianggap terlalu memberi ruang subjektivitas kepada aparat.
Dalam konteks negara hukum modern, penahanan adalah instrumen paling drastis dalam prosedur pidana: ia merampas kebebasan seseorang sebelum ada putusan bersalah. Karena itu, penahanan membutuhkan dasar yang ketat, objektif, dan diawasi. Selama 44 tahun, kontrol ini tidak cukup kuat, sebagaimana terlihat dalam struktur Pasal 21 KUHAP.
Revisi KUHAP memperbaiki lubang-lubang itu melalui konsep baru: penahanan berbasis bukti objektif, terukur, dan dapat diuji. Ini bukan sekadar perubahan prosedural, melainkan perubahan paradigma.
I. Pasal Penahanan dalam KUHAP Lama (UU No. 8 Tahun 1981)
Pasal yang mengatur penahanan secara langsung adalah:
➡️ Pasal 21 KUHAP
Pasal ini memuat tiga aspek fundamental:
1. Syarat Penahanan
Penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tersangka/terdakwa yang:
- melakukan tindak pidana dengan ancaman 5 tahun atau lebih, atau
- tindak pidana tertentu yang disebutkan undang-undang.
2. Alasan Penahanan
Penyidik/penuntut/hakim menahan seseorang karena “dikhawatirkan” bahwa ia akan:
- melarikan diri,
- merusak atau menghilangkan barang bukti,
- mengulangi perbuatannya.
3. Diskresi Aparat Sangat Luas
Kata kunci “dikhawatirkan” dalam KUHAP lama selama puluhan tahun dikritik karena:
- tidak memiliki indikator objektif,
- bergantung sepenuhnya pada penilaian subjektif aparat,
- sering digunakan sebagai pembenaran penahanan yang kurang proporsional.
Dalam banyak kasus, penahanan bukan lagi ultima ratio, melainkan first option.
II. Pasal Penahanan dalam KUHAP Baru (RKUHAP yang Baru Disahkan)
(Nomor pasal dapat berubah dalam UU hasil finalisasi, namun materi hukumnya sudah pasti.)
RKUHAP memuat aturan penahanan dalam:
➡️Pasal 30 – Pasal 33 RKUHAP (versi draft final)
Inilah inti revisi penahanan.
1. Syarat Penahanan Berbasis Bukti Objektif
Penahanan tidak boleh lagi berdasar “kekhawatiran subjektif”.
Kini, penahanan hanya boleh dilakukan berdasarkan:
- indikator risiko yang terukur,
- fakta pendukung yang dapat dibuktikan,
- argumentasi tertulis aparat.
Dengan demikian, kewenangan penahanan tidak lagi menjadi “selera aparat”, tetapi terikat pada standar legal yang dapat diuji.
2. Alasan Penahanan Wajib Dibuktikan
Jika ingin menahan, aparat harus menunjukkan:
- bukti nyata risiko melarikan diri (misalnya riwayat kabur, identitas tidak jelas, dll.),
- indikasi konkret seseorang dapat merusak/menghilangkan barang bukti,
- data perilaku yang menunjukkan risiko pengulangan tindak pidana.
Ini adalah perubahan besar yang menutup ruang penahanan subjektif.
3. Kewajiban Pengawasan oleh Hakim
KUHAP baru menguatkan prinsip:
- judicial scrutiny,
- evaluasi berkala terhadap penahanan,
- kewajiban hakim memastikan alasan penahanan memenuhi syarat objektif.
4. Kamera Pengawas dan Rekaman Audio-Visual
Untuk pertama kalinya, KUHAP mengharuskan:
- ruang pemeriksaan dipasangi CCTV,
- pemeriksaan direkam audiovisual,
- rekaman menjadi bukti integritas proses.
Penahanan dan pemeriksaan kini lebih transparan.
Tabel Komparatif KUHAP Lama vs KUHAP Baru
| Aspek | KUHAP Lama (Pasal 21) | KUHAP Baru (Pasal 30–33) |
|---|---|---|
| Basis Penahanan | “Dikhawatirkan” – subjektif | Bukti objektif terukur – harus dapat dibuktikan |
| Kontrol Hakim | Terbatas | Pengawasan lebih kuat dan berkala |
| Alasan Melarikan Diri | Berdasarkan kekhawatiran | Berdasarkan indikator operasional yang dapat diuji |
| Alasan Menghilangkan Barang Bukti | Perasaan penyidik | Harus ada indikasi nyata |
| Risiko Mengulangi Tindak Pidana | Sesuai persepsi aparat | Berdasar rekam jejak, data konkret |
| Pemeriksaan | Tidak wajib audio-visual | Wajib direkam & diawasi CCTV |
| Perlindungan Tersangka | Minim | Kuat – termasuk kelompok rentan |
| Paradigma | Represif, negara-sentris | HAM-sentris, akuntabel, proporsional |
Analisis: Mengapa Revisi Ini Penting Secara Paradigmatis?
1. KUHAP Baru Mengembalikan Martabat Warga Negara
Selama 44 tahun, ruang subjektivitas penahanan sering membuka jalan:
- kriminalisasi,
- penyalahgunaan kewenangan,
- penahanan yang tidak perlu,
- tekanan kepada tersangka.
Indikator objektif menutup pintu itu.
2. Membangun Sistem Penegakan Hukum yang Demokratis
Negara hukum modern mensyaratkan due process of law, bukan:
- hukum perasaan,
- hukum kecemasan,
- hukum “mungkin saja”.
Revisi KUHAP membawa Indonesia lebih dekat pada standar internasional.
3. Transparansi Pemeriksaan Mengurangi Penyiksaan
Kewajiban CCTV dan rekaman audiovisual adalah antitesis dari:
- intimidasi,
- pemaksaan keterangan,
- kekerasan mental/fisik.
Ini adalah langkah sejarah.
4. Mengurangi Overcrowding Lapas
Penahanan objektif dan proporsional membantu mengurangi:
- penahanan tidak perlu,
- penahanan karena “administrasi”,
- penahanan sebagai tekanan.
Revisi KUHAP adalah koreksi terhadap warisan 44 tahun yang telah melewati relevansinya.
Pembaharuan prosedur penahanan bukan sekadar perubahan teknis, tetapi transformasi cara negara memperlakukan manusia.
Jika implementasinya konsisten, KUHAP baru akan menjadi fondasi bagi:
- keadilan yang lebih manusiawi,
- proses hukum yang lebih bersih,
- negara hukum yang lebih progresif.
Namun, jika implementasinya lemah, reformasi ini akan tinggal nama.
Tugas kita—akademisi, pengamat hukum, masyarakat sipil—adalah memastikan ruh reformasi penahanan benar-benar bekerja melindungi warga negara.
















