JAKARTA |LINTASTIMOR.ID) – Jumat pagi itu, langit Ibu Kota seolah mengalungkan selendang biru di atas Gedung Nusantara, tempat sejarah negeri kerap ditulis dengan kata-kata. Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, melangkah mantap melewati karpet merah menuju ruang sidang, menjemput momen yang kelak dikenang sebagai pidato kenegaraan pertamanya pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI, 15 Agustus 2025.
Ruang sidang yang megah itu dibuka secara resmi oleh Ketua MPR RI, diikuti lantunan pengantar sidang yang mengalun tenang, bagai prolog sebelum simfoni kebangsaan dimainkan. Para wakil rakyat, anggota DPD, menteri, hingga tamu kehormatan, duduk dalam barisan rapi—mata mereka tertuju pada satu panggung, tempat suara seorang Presiden akan bergema untuk pertama kali.
Sebelum pidato dimulai, layar besar memutar kilasan capaian kepemimpinan Prabowo Subianto. Gambar-gambar itu bercerita—tentang bendungan yang mengalirkan air harapan ke desa-desa, jalan tol yang menghubungkan jarak dan hati, hingga langkah strategis di sektor pertahanan, pendidikan, dan ekonomi.
Lalu, Presiden Prabowo berdiri. Sorot matanya menyapu ruangan, suaranya mantap, namun hangat—membawa pesan yang tidak sekadar memerintah, melainkan mengajak.
“Kita bukan sekadar menatap masa depan, tetapi melangkah ke arahnya dengan keyakinan. Indonesia adalah kapal besar, dan kita semua adalah nahkoda di bidang masing-masing. Maka marilah kita berlayar bersama, demi negeri yang kita cintai ini,” ujarnya, disambut tepuk tangan yang membuncah.
Pidato perdana itu tak sekadar menyampaikan program, melainkan menenun asa, meneguhkan arah, dan mengikat tekad kebangsaan. Dan di luar gedung, angin Jakarta siang itu berhembus lembut, seakan ikut membawa pulang pesan Prabowo ke seluruh penjuru tanah air.
