ROTE NDAO | LINTASTIMOR.ID) – Gugatan praperadilan yang diajukan Erasmus Frans Mandato (EFM) terhadap Polres Rote Ndao menyeruak ke ruang sidang dengan sorotan tajam. Kehadiran pakar hukum pidana menjadi titik terang, menegaskan bahwa penetapan tersangka atas EFM sah secara hukum dan memenuhi syarat formil sesuai KUHAP.
Sidang yang dipimpin Hakim Tunggal Fransiska Dari Paula Nino, S.H., M.H., Kamis (25/9/2025) pagi itu, memasuki agenda mendengarkan keterangan ahli yang diajukan pihak termohon, Polres Rote Ndao, bersama Tim Bidang Hukum (Bidkum) Polda NTT.
Pakar Hukum Pidana, Dr. Mikhael Feka, S.H., M.H., menekankan esensi praperadilan: menguji aspek formil, bukan membongkar isi perkara.
“Praperadilan hanya memeriksa apakah penyidik memiliki dua alat bukti yang sah. Jika syarat itu terpenuhi, maka penetapan tersangka tidak dapat dibatalkan,” ujarnya tegas.
Ia menegaskan, penyidik Polres Rote Ndao telah mengantongi dua alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 ayat (1) KUHAP, merujuk pula pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014. Putusan tersebut menegaskan, penetapan tersangka wajib didasarkan pada minimal dua bukti permulaan yang cukup.
Lebih jauh, Dr. Feka meluruskan kerancuan soal istilah “calon tersangka”. “Istilah itu tidak dikenal dalam KUHAP. Ia hanya muncul dalam pertimbangan hukum, bukan amar putusan MK, sehingga tidak punya kekuatan eksekusi,” jelasnya lugas.
Menyentuh proses penangkapan, Dr. Feka menilai langkah Polres Rote Ndao tetap berada di jalur hukum. “Kalau surat perintah penahanan diterbitkan sebelum 24 jam, maka surat penangkapan selesai secara hukum. Itu bukan pelanggaran, justru menunjukkan ketegasan dan ketepatan prosedur,” katanya.
Ia pun menekankan batas peran penyidik dan jaksa.
Menurutnya, penyidik hanya mengumpulkan bukti permulaan, sedangkan menguji kualitas bukti dan membuktikan unsur pidana menjadi kewenangan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan pokok perkara.
“Praperadilan tidak boleh menyentuh pokok perkara. Jika itu dilakukan, korban kehilangan ruang membela haknya. KUHAP memang menjamin hak tersangka, tapi harus tetap adil terhadap korban,” tandasnya.
Sebagai penutup, Dr. Feka menegaskan bahwa langkah Polres Rote Ndao, mulai dari penyidikan, penetapan status, hingga penangkapan, telah sesuai prosedur hukum dan tidak melanggar hak asasi tersangka.
Lintastimor.id – Suara dari Perbatasan untuk Perdamaian Dunia