Oleh: Agustinus Bobe, S.H., M.H — Pengamat Hukum Pidana Umum dan Pidana Militer
Reformasi 1998 bukan hanya mengguncang sendi politik dan demokrasi bangsa, tetapi juga mengubah wajah penegakan hukum di Indonesia. Salah satu perubahan paling signifikan lahir dari tubuh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Dari lembaga yang dulu berada di bawah bayang-bayang militer, Polri kini berdiri sebagai institusi sipil yang mandiri, profesional, dan berorientasi pada pelayanan publik. Inilah yang kemudian dikenal sebagai era Polri Reformasi.
Landasan konstitusional perubahan itu sangat jelas. Hasil Amandemen Kedua UUD 1945, terutama Pasal 30 ayat (4), menegaskan bahwa Polri merupakan alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Rumusan ini menandai berakhirnya dualisme ABRI yang selama Orde Baru menggabungkan fungsi pertahanan dan keamanan dalam satu wadah.
Dua Ketetapan MPR—Nomor VI dan VII Tahun 2000— menjadi tonggak sejarah pemisahan antara TNI dan Polri. TNI diarahkan pada fungsi pertahanan negara, sementara Polri menjalankan fungsi keamanan dalam negeri dan penegakan hukum. Sejak saat itu, Polri resmi meninggalkan struktur militeristiknya dan bertransformasi menjadi lembaga sipil yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Perubahan besar itu kemudian ditegaskan secara yuridis melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Undang-undang ini meneguhkan posisi Polri sebagai alat negara yang netral, profesional, dan tunduk pada hukum, bukan pada kekuasaan. Di dalamnya termaktub misi besar Polri: melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat dengan mengedepankan prinsip humanis dan keadilan restoratif.
Peran Strategis Komite Reformasi Polri
Dalam rangka mempercepat pelaksanaan reformasi kelembagaan, pemerintah membentuk Komite Reformasi Polri sebagai wadah evaluasi dan perumus arah perubahan internal kepolisian. Komite ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 89 Tahun 2000, dan menjadi bagian penting dari agenda reformasi hukum dan keamanan nasional.
Tugas utama Komite Reformasi Polri antara lain:
- Melakukan kajian menyeluruh terhadap sistem, struktur, dan kultur Polri agar sejalan dengan prinsip negara hukum dan demokrasi.
- Merumuskan rekomendasi kebijakan reformasi kelembagaan, operasional, dan profesionalisme Polri.
- Mendorong pemisahan fungsi Polri dari TNI secara efektif di bidang komando, pembinaan, dan anggaran.
- Menyusun peta jalan pembenahan manajemen sumber daya manusia, pendidikan, dan kode etik kepolisian.
Sementara itu, peran Komite Reformasi Polri adalah menjadi jembatan antara pemerintah, masyarakat sipil, dan institusi Polri dalam mengawal perubahan paradigma kepolisian dari gaya komando militer menuju pola kepemimpinan sipil yang akuntabel dan transparan.
Dari sisi manfaat, kehadiran komite ini telah memberi dampak besar:
- Pertama, memperjelas garis pemisahan peran TNI dan Polri dalam sistem pertahanan dan keamanan nasional.
- Kedua, memperkuat fungsi pengawasan publik terhadap kinerja Polri.
- Ketiga, menumbuhkan budaya profesionalisme dan pelayanan masyarakat dalam tubuh kepolisian.
- Keempat, menjadi dasar lahirnya berbagai kebijakan internal Polri yang berorientasi pada perlindungan HAM, keadilan sosial, dan reformasi birokrasi.
Polri di Era Reformasi: Tantangan dan Harapan
Reformasi Polri tidak berhenti pada tataran regulasi. Polri kemudian merumuskan Grand Strategy Polri 2005–2025 sebagai arah pembangunan kelembagaan menuju Polri yang Profesional, Modern, dan Terpercaya (Promoter). Strategi ini menempatkan Polri bukan sekadar aparat penegak hukum, melainkan mitra masyarakat dalam menjaga harmoni sosial dan keamanan nasional.
Namun, reformasi bukanlah tujuan akhir, melainkan proses panjang yang menuntut konsistensi. Tantangan terbesar Polri hari ini adalah menjaga kepercayaan publik. Masih ada perilaku oknum yang mencoreng institusi, penegakan hukum yang belum sepenuhnya berkeadilan, dan keterbukaan yang belum maksimal. Tetapi di sisi lain, langkah-langkah reformasi dan digitalisasi pelayanan publik yang dilakukan Polri kini menunjukkan kemajuan nyata.
Sebagai lembaga penegak hukum, Polri berada di titik balik sejarah—dari alat kekuasaan menjadi pelindung rakyat. Tugas ke depan bukan lagi sekadar menegakkan hukum, melainkan menegakkan keadilan dengan nurani. Sebab, hanya Polri yang dipercaya rakyatlah yang mampu menjadi penjaga sejati keamanan dan keadilan bangsa.
















