JAKARTA |LINTASTIMOR.ID) — Malam itu, sorak-sorai dan cahaya lampu panggung menyatu dalam gegap gempita. Indonesian Television Awards kembali menghadirkan momen bersejarah ketika Indonesian Idol dinobatkan sebagai salah satu pemenang bergengsi. Namun, yang membuat momen ini terasa berbeda adalah sosok Piche Kota, anak perbatasan dari Belu–NTT, yang berdiri anggun mewakili rekan-rekan sesama finalis Idol untuk menerima penghargaan.
Bukan sekadar seremoni, tapi ada getar emosi yang merambat ke hati penonton. Piche, yang selama ini dikenal dengan suara khas dan ketulusan bernyanyi dari panggung ke panggung, kini berdiri di antara para pesohor ibu kota dengan keyakinan penuh.
“Penghargaan ini bukan hanya milik Indonesian Idol, tapi milik semua anak muda di perbatasan yang berani bermimpi. Dari perbatasan, suara kita bisa menggema hingga ke panggung nasional,” ujar Piche Kota dengan suara bergetar, menahan rasa haru sekaligus bangga.
Dari Café ke Panggung Nasional
Tak banyak yang tahu, sebelum dikenal sebagai idola nasional, Piche Kota pernah menjalani masa-masa penuh perjuangan. Ia bukan lahir dari studio megah atau disokong oleh jaringan besar hiburan. Ia lahir dari suara sederhana yang mengalun di café-café kecil di Atambua dan sekitarnya.
Bahkan, masyarakat mengenalnya dengan sebutan “penglaris café”, karena setiap kali Piche bernyanyi, kursi-kursi kosong mendadak terisi. Lagu Doben yang ia bawakan dengan penuh perasaan menjadikannya magnet bagi siapa saja yang mendengar.
Dari situ, namanya perlahan menyusup ke hati orang-orang. Tak sekadar hiburan, tetapi juga penawar rindu dan pengikat persaudaraan di tanah perbatasan.
“Kalau Piche tampil, suasana café berubah. Ia bukan hanya menyanyi, ia bercerita lewat nada,” kenang seorang penggemar lama dari Atambua.
Lompatan Besar: Indonesian Idol
Perjalanan menuju Indonesian Idol adalah babak baru. Di balik layar, ada keraguan, ada rasa minder, ada pertanyaan: “Apakah suara anak perbatasan bisa bersaing dengan talenta dari kota-kota besar?”
Namun, Piche membuktikan bahwa mimpi lebih besar dari rasa takut. Ia hadir di panggung audisi dengan keyakinan sederhana: suara hati tak pernah bisa dibohongi. Juri terpukau, penonton terpikat, dan Indonesia mulai mengenalnya.
Kini, di malam penghargaan bergengsi Indonesian Television Awards, perjalanan itu mencapai salah satu puncak. Ketika nama Indonesian Idol disebut sebagai pemenang, dan Piche maju ke panggung mewakili rekan-rekannya, seakan waktu berputar mundur—dari café sederhana hingga panggung gemerlap Jakarta.
Simbol Anak Perbatasan
Lebih dari sekadar kemenangan, kehadiran Piche Kota adalah simbol. Simbol bahwa suara perbatasan bisa menembus batas geografis dan politik. Bahwa anak-anak muda di sana tidak hanya jadi penonton, tapi juga bisa berdiri di panggung utama.
“Piche bukan sekadar penyanyi. Ia adalah kisah, ia adalah harapan. Dari perbatasan, ia membuktikan bahwa cahaya bisa bersinar ke seluruh negeri,” ujar seorang tokoh masyarakat Belu yang mengikuti acaranya lewat televisi.
Suara yang Menyatukan
Bagi penonton di rumah, mungkin hanya beberapa menit Piche berbicara di panggung. Namun bagi masyarakat perbatasan, itu adalah jam-jam kebanggaan. Sebuah rasa percaya diri yang disuntikkan ke dalam jiwa anak-anak muda: bahwa mereka juga bisa, mereka juga berhak mendapat panggung.
Malam itu, bukan hanya Indonesian Idol yang menang, tetapi juga seluruh anak muda dari Atambua, Malaka, Kefamenanu, hingga pelosok Nusa Tenggara Timur.
Jejak yang Tak Akan Hilang
Ketika lampu panggung meredup, ketika kamera televisi tak lagi menyorot, jejak itu tetap tinggal. Nama Piche Kota kini terukir sebagai salah satu idola baru tanah air. Ia telah menapaki jalur yang sulit, penuh kerikil, namun berhasil sampai di puncak.
Dan dari panggung itu, Piche seakan berpesan:
“Tak ada mimpi yang terlalu jauh, jika kita berani melangkah.”
Refleksi: Arti Kemenangan Piche
Kemenangan Indonesian Idol di panggung televisi adalah kemenangan kolektif. Tetapi kemenangan Piche Kota adalah sesuatu yang lebih dalam: ia adalah simbol kebangkitan suara-suara dari pinggiran, dari tanah yang kerap terlupakan.
Kini, publik menyadari, bahwa perbatasan bukan hanya garis di peta. Ia adalah sumber cahaya, suara, dan harapan. Dan Piche Kota telah menjadi salah satu lentera yang menerangi jalan itu.
lintastimor.id – Suara dari Perbatasan untuk Perdamaian Dunia