Laporan Khusus | Ulang Tahun ke-12 Kabupaten Morowali Utara
Oleh: Redaksi Lintastimor.id
Di ujung timur negeri, seorang pemuda pernah menyalakan lilin kecil bernama Doben. Lagu sederhana itu, dalam bahasa Tetum berarti “sayang.” Kini, cahaya kecil itu menjelma menjadi nyala yang hangat di panggung-panggung besar Indonesia. Pemuda itu bernama Piche Kota, dan pada 23 Oktober 2025, ia akan menjejakkan langkahnya di Morowali Utara, tanah yang tengah berulang tahun ke-12.
Perayaan ini bukan sekadar pesta rakyat. Di bawah tema “Bersatu dalam Harmoni,” Kabupaten Morowali Utara seakan mengundang semesta untuk ikut bergembira. Dari jalan desa hingga halaman kantor bupati, warna-warni kebersamaan akan berpadu dengan nada-nada dari Timur Nusantara.
Dan di antara sorak dan tawa, satu suara akan mengalun: lembut, tulus, dan penuh cerita.
“Saya datang bukan hanya untuk bernyanyi,” kata Piche Kota saat dihubungi redaksi. “Saya ingin membawa getaran dari perbatasan—bahwa musik bisa menjahit kembali yang jauh, bisa menyatukan yang berbeda.”
Suara dari Perbatasan
Piche lahir bukan dari panggung gemerlap, melainkan dari senandung malam di perbatasan Belu. Tak ada radio di rumah masa kecilnya, hanya gema angin dan doa ibu yang menjadi musik pertama dalam hidupnya. Dari sanalah ia belajar bahwa suara sejati tidak lahir dari mikrofon, tapi dari kejujuran hati.
Ketika “Doben” menjadi lagu penglaris café di banyak kota, orang-orang mulai mengenalnya. Tapi bagi Piche, ketenaran bukan tujuan, melainkan jembatan. Ia menyebut dirinya bukan bintang, melainkan pengantar rasa.
“Musik itu rumah. Dan setiap orang, sejauh apa pun berjalan, pasti ingin pulang,” ujarnya pelan, dengan tatapan yang jauh ke Timur.
Harmoni di Ulang Tahun ke-12
Kabupaten Morowali Utara tahun ini menandai usia keduabelas dengan wajah yang matang—pembangunan yang bergerak, masyarakat yang bergandeng, dan semangat gotong royong yang tumbuh kuat.
Di tengah sukacita itu, penampilan Piche Kota akan menjadi magnet kebahagiaan.
Dionisius Ngongo Moza, Kepala Desa Po’ona, dan Ny. Leka Oktasari, Ketua TP-PKK Desa Po’ona, mengungkapkan rasa bangga atas partisipasi seluruh elemen masyarakat dalam perayaan ini.
“Morowali Utara adalah rumah bagi harmoni. Dan musik, seperti kehadiran Piche Kota, menjadi jembatan hati bagi semua,” kata Dionisius dalam pesan singkatnya.
Nada yang Menyatukan
Malam nanti, ketika lampu panggung menyala dan langit Morowali Utara berpendar, Piche akan berdiri di tengah ribuan penonton. Ia mungkin akan membuka dengan Doben, atau mungkin dengan lagu baru yang belum sempat direkam. Namun, satu hal pasti—setiap nadanya akan menyentuh yang hadir, karena ia menyanyi dengan hati, bukan sekadar suara.
“Saya ingin setiap orang yang mendengar ikut bernyanyi, bukan dengan bibir, tapi dengan jiwa,” katanya.
Dari Belu ke Morowali Utara, dari perbatasan hingga ke jantung Nusantara, suara Piche Kota melintasi jarak dan perbedaan. Di usia ke-12 Morowali Utara, ia membawa pesan sederhana namun abadi: bahwa musik bukan hanya hiburan, tapi bahasa cinta yang bisa menyatukan manusia di bawah langit yang sama.
Dan malam itu, suara dari Timur akan menjadi harmoni yang memeluk seluruh Morowali Utara—dalam irama, dalam rasa, dalam cinta.
















