LABUAN BAJO |LINTASTIMOR.ID]-Di tepi Waterfront City, Labuan Bajo, laut sore akan menyiapkan dirinya menjadi cermin langit malam. Lampu-lampu festival akan memantul di permukaan air, menciptakan siluet tarian cahaya yang bergerak mengikuti irama angin. Jumat, 15 Agustus 2025, pukul 19.00 hingga 22.00 WITA, panggung Pentas Seni Festival Golo Kof akan dibuka.
Deretan penampil sudah siap menyuguhkan keberagaman warna budaya dan musik. Ellen & Friends Band akan memanaskan suasana dengan lantunan hangat. Lalu, modern dance dari Noun Le Gory akan memecah udara dengan hentakan enerjik, diikuti SMAN 1 Komodo yang memadukan semangat muda dan koreografi modern.
Dari Maumere, Sanggar Nilo akan menghadirkan Tarian Tua Retalou, sebuah gerak kisah tentang leluhur yang menyeberangi waktu. Kemudian UNIKA St. Paulus Ruteng membawa tarian tradisional yang memeluk nilai-nilai budaya Flores. Menjelang akhir acara, Sanggar Tate KinD Art dan SMKN 3 Komodo akan memadukan tradisi dan modernitas dalam tarian kolaboratif yang menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini.
Namun, malam ini memiliki bintang utamanya —Artis muda Piche Kota. Penyanyi muda dari perbatasan NTT yang namanya kian berkibar di panggung nasional.
Sosok yang dulu dikenal sebagai “penglaris café” kini hadir sebagai penutup yang diyakini akan membekas di ingatan penonton.
Kami menemuinya di sela latihan sore menjelang keberangkatan ke Labuan Bajo. Di tangannya, mikrofon menjadi bagian dari tubuhnya sendiri. Senyumnya santai, namun matanya menyiratkan keseriusan.
“Labuan Bajo itu punya energi yang beda,” ujarnya pelan, sambil memandang laut. “Ada rasa tenang, tapi juga ada tantangan. Saya mau bawa lagu-lagu yang bikin orang terhubung — bukan cuma sama musik saya, tapi juga sama suasana tempat ini.”
Ia mengaku, setiap penampilannya di daerah pesisir selalu memunculkan kenangan masa kecil di Belu.
“Waktu kecil, saya sering duduk di tepi pantai, dengar debur ombak, dan di kepala saya seperti ada musik yang nggak pernah berhenti,” katanya sambil tertawa kecil. “Mungkin itu sebabnya setiap nyanyi di dekat laut, saya merasa pulang.”
Bagi Piche, tampil di Festival Golo Kof bukan sekadar manggung. Ini adalah bentuk penghormatan pada budaya lokal yang membesarkannya.
“Saya bangga karena acaranya nggak cuma hiburan, tapi juga pameran budaya. Ada tarian tua, ada kolaborasi anak-anak muda, semua nyatu. Itu kan keren. Saya mau bawa semangat itu di musik saya malam nanti,” tegasnya.
Saat ditanya apa yang akan dibawakannya, ia hanya tersenyum penuh misteri.
“Ah, biar jadi kejutan,” katanya sambil memainkan gitar akustik di tangannya. “Yang jelas, saya mau penonton pulang dengan hati yang lebih hangat dari saat mereka datang.”
Dan malam di Labuan Bajo itu pun akan mencatat sejarah kecilnya sendiri — di mana cahaya, ombak, dan musik Piche Kota bertemu dalam satu garis waktu yang tak akan kembali.