Scroll untuk baca artikel
Dirgahayu Indonesia 80
Example 728x250
Gaya HidupHiburanNasionalPeristiwa

Piche Kota Bawakan “Tanah Air Tak Akan Kulupakan”, Air Mata Penonton Tumpah di Atambua

509
×

Piche Kota Bawakan “Tanah Air Tak Akan Kulupakan”, Air Mata Penonton Tumpah di Atambua

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

 

ATAMBUA | LINTASTIMOR.ID] –
Langit Kota Atambua malam itu seperti ikut bergetar. Ribuan lilin menyala, doa-doa perdamaian terlantun, dan lapangan umum kota perbatasan menjelma menjadi samudra manusia yang hanyut dalam keharuan.

Example 300x600

Di panggung utama, Piche Kota, penyanyi kebanggaan tanah Belu yang menembus Top 6 Indonesian Idol, memulai konsernya dengan lagu abadi “Tanah Air Tak Akan Kulupakan.” Lagu itu bukan sekadar nyanyian, melainkan doa, janji, dan pengakuan cinta yang tak lekang oleh waktu.

Ia tidak sendiri. Di sisi kanan dan kiri, kedua orangtuanya — Antonius Chen Jaga Kota dan Elfrida Martha Mauluan — berdiri dengan mata berkaca-kaca. Sementara itu, Bupati Belu,  Willybrodus Lay, S.H., turut berdiri di atas panggung, seolah mewakili suara rakyat yang larut dalam nada-nada kebangsaan itu.

“Tanah airku tidak kulupakan, kan terkenang selama hidupku…” suara Piche menggema, mengiris sukma. Tak sedikit penonton yang menitikkan air mata, seakan menemukan kembali cinta paling murni kepada negeri.

“Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Matius 5:9).

Ayat suci itu seakan menemukan ruang nyata malam itu. Lilin-lilin yang menyala menjadi saksi, doa lintas agama terpanjatkan, dan nyanyian Piche menjelma menjadi bahasa universal: bahasa kasih, bahasa perdamaian.

Malam itu, Atambua bukan sekadar sebuah kota kecil di tepian batas. Ia menjelma menjadi jantung Nusantara yang berdetak dengan nada cinta. Dari suara Piche Kota yang membelah langit, dari doa yang mengalun di antara umat, hingga sejuta lilin yang menyala bagai bintang di bumi—semuanya bersaksi bahwa Indonesia tidak pernah kehilangan roh kebersamaan.

Dari perbatasan ini, dari tanah yang dulu sering disebut pinggiran, justru lahirlah pesan paling kuat: bahwa cinta kepada tanah air tak boleh layu, dan perdamaian adalah bahasa yang menyatukan.

Sebagaimana tertulis: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 22:39).

Dan malam itu, kasih itu nyata. Kasih yang bernyanyi, kasih yang meneteskan air mata, kasih yang mengikat bangsa.


 

Example 300250