ATAMBUA, |LINTASTIMOR.ID) – Setelah berkeliling dari Makassar, Jakarta, Semarang, Kupang, Parepare hingga Labuan Bajo, musisi muda asal perbatasan , Piche Kota, akhirnya menutup agenda padat bulan Agustus 2025 dengan pulang kampung ke tanah kelahirannya, Atambua, Kabupaten Belu, NTT, tepat di jantung perbatasan RI–Timor Leste.
Perjalanan musikalnya bulan ini seperti syair yang meniti nada: roadshow, festival, tapping, hingga panggung nasional.
Namun, klimaksnya bukan di ibu kota, melainkan di kota kecil yang menyimpan jejak awal suaranya.
“Di antara cahaya lampu kota besar, selalu ada rindu yang menuntun langkah pulang. Atambua bukan sekadar tempat lahir, tapi sumber nyawa bagi setiap lagu yang saya nyanyikan,” ujar Piche Kota dengan mata berbinar, seakan melantunkan bait syair yang hidup.
Penampilan di Atambua menjadi istimewa, bukan hanya karena ia kembali di hadapan masyarakat yang membesarkannya, tetapi juga karena momentum ini menjadi titik temu antara popularitas dan akar budaya yang membentuknya.
Bagi Piche, musik bukan sekadar hiburan, melainkan bahasa cinta yang menyatukan batas-batas, termasuk di garis perbatasan RI–Timor Leste. “Di sini, suara saya tak lagi hanya milik panggung, tapi milik setiap hati yang pernah tumbuh bersama doa ibu dan tanah ini,” tuturnya lembut.
Dengan konser penutup bulan Agustus di Atambua, perjalanan Piche Kota seakan kembali ke nada dasar—tempat semua lagu bermula.