Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
Hukum & KriminalNasionalPolkam

Penyiksaan Bukan Tradisi Militer, tapi Pelanggaran Hukum Militer

13
×

Penyiksaan Bukan Tradisi Militer, tapi Pelanggaran Hukum Militer

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Agustinus Bobe, S.H., M.H – Pengamat Hukum Pidana Militer Indonesia Timur & Penulis Buku Hukum Pidana Pers

Pernyataan Soleman Pontoh yang menyebut bahwa tindakan penyiksaan dalam lingkungan TNI — seperti yang dialami oleh almarhum Prada Lucky Namo dan Prada Richard — merupakan hal “biasa” atau “tradisi pembinaan” di tubuh militer, merupakan pernyataan yang berbahaya, menyesatkan, dan keliru secara hukum maupun moral institusional.

Example 300x600

Sebagai pengamat hukum pidana militer, saya ingin menegaskan bahwa hukum militer Indonesia tidak pernah melegitimasi penyiksaan dalam bentuk apa pun. Sebaliknya, hukum militer dibangun justru untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh atasan terhadap bawahan.

Landasan Hukum yang Tegas

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) secara eksplisit mengatur larangan kekerasan dan penyalahgunaan wewenang.
Dalam Pasal 131 KUHPM, ditegaskan:

“Seorang atasan militer yang menyalahgunakan kekuasaannya terhadap bawahannya, dengan melakukan atau menyuruh melakukan suatu perbuatan yang melanggar hukum, dipidana…”

Sementara Pasal 132 KUHPM menegaskan:

“Seorang militer yang dengan sengaja melakukan kekerasan terhadap orang yang lebih rendah pangkatnya atau terhadap orang lain, dipidana…”

Dua pasal ini adalah bukti nyata bahwa hukum militer Indonesia tidak menoleransi kekerasan struktural di lingkungan TNI.
Jika kekerasan dianggap lumrah, tentu tidak akan ada pasal yang melarang dan mengancam pidananya.

Hukum Acara Militer: Menegakkan Keadilan di Tubuh TNI

Dalam UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, diatur mekanisme pemeriksaan dan peradilan terhadap prajurit yang diduga melakukan tindak pidana.
Asas utamanya tetap sama dengan hukum umum: setiap prajurit sama di hadapan hukum, dan setiap tindakan kekerasan harus diuji secara yuridis, bukan ditutupi atas nama “pembinaan internal”.

Ketika tindakan pendisiplinan berubah menjadi kekerasan yang menyebabkan luka, cacat, atau bahkan kematian, maka ia tidak lagi berada di ranah disiplin, tetapi telah masuk ke wilayah tindak pidana militer yang harus diproses secara hukum.

Kekuasaan Tanpa Kebajikan Adalah Kejahatan

Dalam kerangka etik dan doktrinal, kekuasaan dalam militer harus berjalan beriringan dengan kebajikan dan akal sehat.
Atasan militer diberi wewenang untuk mendidik, bukan menyiksa; membentuk karakter, bukan menghancurkan martabat manusia.
Tindakan kekerasan terhadap bawahan bukanlah bentuk loyalitas, melainkan pengkhianatan terhadap nilai-nilai Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.

Apabila penyiksaan dianggap “hal biasa”, maka kita telah membuka ruang legitimasi terhadap kejahatan yang sistematis. Padahal, TNI hari ini adalah institusi profesional yang terus melakukan reformasi hukum dan budaya organisasi menuju penghormatan hak asasi manusia.

Hukum Militer Harus Tetap Menjadi Benteng Kemanusiaan

Penting untuk dipahami, keberadaan Pasal 131 dan 132 KUHPM bukan sekadar formalitas, melainkan benteng kemanusiaan dalam tubuh militer.
Ia memastikan bahwa kekuasaan tidak berubah menjadi kekejaman, dan bahwa setiap prajurit—baik berpangkat tinggi maupun rendah—tetap memiliki hak untuk diperlakukan secara manusiawi.

Penyiksaan, dalam bentuk apa pun, bukan tradisi. Ia adalah pelanggaran hukum dan penghinaan terhadap kehormatan TNI itu sendiri.

Penutup

Sebagai bangsa hukum, kita tidak boleh membiarkan klaim “kebiasaan” menjadi dalih untuk membenarkan pelanggaran hukum.
Tugas kita bukan menghapus disiplin, tetapi memastikan bahwa disiplin militer dijalankan dalam koridor hukum dan kemanusiaan.

Kematian Prada Lucky Namo dan Prada Richard bukan sekadar tragedi, tetapi cermin bahwa hukum militer harus terus ditegakkan secara transparan dan tanpa kompromi.


Agustinus Bobe, S.H., M.H
Pengamat Hukum Pidana Militer Indonesia Timur &
Penulis Buku Hukum Pidana Pers

 

Example 300250