Scroll untuk baca artikel
Dirgahayu Indonesia 80
Example 728x250
Gaya HidupPeristiwa

Panen Kelelawar di Desa Tohe Leten, Tradisi Mistis dari Perbatasan RI–Timor Leste

230
×

Panen Kelelawar di Desa Tohe Leten, Tradisi Mistis dari Perbatasan RI–Timor Leste

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

 

ATAMBUA [LINTASTIMOR.ID] — Di jantung Desa Tohe Leten, Kecamatan Raihat, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, perbatasan RI- Timor Leste ada sebuah tradisi kuno terus hidup, diwariskan dari generasi ke generasi.

Example 300x600

Panen kelelawar, yang hanya dilakukan sekali dalam tiga tahun, bukan sekadar perburuan, melainkan sebuah upacara sakral yang menyatukan manusia, alam, dan leluhur.

“Panen ini bukan hanya soal menangkap kelelawar, tetapi tentang menghormati adat dan menjaga warisan nenek moyang,” tutur Justo Loe Mau, warga Desa Tohe Leten, dan menjadi penjaga memori tradisi tersebut adalah Matheus Halek.


Upacara yang Mengikat Leluhur

Sehari sebelum panen, ritual adat digelar. Lelaki terpilih, peserta panen, diberkati lewat kaba fo is no beran—pemberkatan di dahi agar kuat menghadapi kegelapan gua sedalam 50 meter.

“This is not an ordinary harvest. It’s a dialogue with ancestors, performed in the deepest silence of the cave,” kata Justo dengan nada penuh penghormatan.

Peserta wajib mengenakan celana pendek dari kain atau karet, tanpa unsur besi. Pinggang diikat dengan tali, kaki dibiarkan telanjang tanpa alas, tanpa kemeja, tanpa topi. Tak boleh ada senjata, tak boleh ada alat penerangan. Satu-satunya bekal hanyalah karung kosong—dan keberanian.


Masuk ke Perut Bumi

Lorong gua yang sempit dan curam hanya bisa dimasuki satu per satu. Empat batang bambu sepanjang 60 meter disusun menjadi tangga sederhana, jalur turun menuju kegelapan.

“Bayangkan berada di dalam gua, gelap gulita, panas oleh api dan asap, sementara ribuan kelelawar beterbangan di atas kepala,” jelas Justo, mengisahkan suasana mistis itu.

“L’esperienza è primitiva e sacra allo stesso tempo, un rito che resiste al tempo,” ungkapnya dengan nuansa Italia.
“C’est un spectacle de courage et de foi, un héritage qui vit encore,” sambungnya dalam bahasa Prancis.


Tangkap dengan Tangan Kosong

Di dalam gua, peserta hanya mengandalkan tangan kosong untuk menangkap kelelawar. Api pengasapan disiapkan dari luar: kayu dibuang lewat celah-celah batu, lalu disulut hingga asap mengepul. Saat asap keluar ke permukaan, penonton di atas tahu panen sedang berlangsung.

“Dispela pasin em i stap longpela taim, ol man i no save yusim samting long pait, tasol han tasol,” ujar Justo dalam bahasa Papua.
“Ita labele uza arma, maun sira mosu manu kelelawar ho liman deit,” tambahnya dalam bahasa Tetun, Timor Leste.
“Nitu tasi nai ema laran, beu hena suku lulik, ne’e ko’a leten Tohe Leten,” katanya dalam bahasa Tohe Leten.


Persembahan untuk Leluhur

Setiap peserta yang berhasil membawa tangkapan wajib mempersembahkan maksimal lima ekor kelelawar di mesbah adat. Persembahan ini dibagikan kepada para ketua suku, simbol rasa syukur sekaligus menjaga harmoni dengan roh leluhur.

“This offering is the soul of the ritual. Without it, the harvest loses its meaning,” ucap Justo.

Ketika satu per satu peserta muncul kembali dari kegelapan gua, karung penuh kelelawar di pundak, tepuk tangan penonton bergema di permukaan. Sorak-sorai bercampur dengan rasa kagum dan lega.


Epilog

Tradisi panen kelelawar di Tohe Leten adalah tarian antara keberanian dan penghormatan, antara manusia dan alam, antara masa kini dan masa lalu. Ia lahir dari pikiran nenek moyang yang primitif, namun hingga kini tetap hidup, membentuk identitas di perbatasan RI–Timor Leste.

LINTASTIMOR.ID — Menyuarakan Kebenaran dari Perbatasan untuk Dunia


 

Example 300250