Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
BeritaGaya HidupPeristiwa

Pamit di Bumi Latemmamala

111
×

Pamit di Bumi Latemmamala

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Pagi yang bening di Soppeng berubah menjadi ruang hening penuh kenangan ketika Letkol Inf Reinhard Haposan Manurung, S.Pd., berdiri di pelataran Makodim 1423/Soppeng. Cahaya matahari menimpa seragamnya, sementara di belakangnya, keluarga berdiri teduh—seakan menjadi penanda bahwa setiap perjalanan selalu dimulai dan diakhiri bersama orang-orang terdekat.

SOPPENG |LINTASTIMOR.ID)-Hari Minggu, 30 November 2025, menjadi penutup dari masa tugasnya yang berjalan 1 tahun, 4 bulan, dan 22 hari. Sebuah durasi yang mungkin tampak singkat, namun cukup untuk menanam banyak persaudaraan, kebersamaan, dan jejak pengabdian yang sulit terhapuskan. Mutasi ke Jakarta sebagai Wakajasdam menjadikannya harus meninggalkan Bumi Latemmamala—tanah yang ia sebut sebagai ruang tumbuh yang baik bagi nurani seorang prajurit.

Example 300x600

Di hadapan para petinggi Kodim, jajaran pemerintahan, tokoh masyarakat, dan sahabat yang melepasnya, Reinhard berbicara dengan suara yang ditahan agar tidak pecah.

“Jika selama saya bertugas terdapat kekhilafan, itu semata karena saya manusia yang serba kurang. Kesempurnaan hanya milik Tuhan. Yang kurang, kita sempurnakan bersama melalui kinerja dan integritas,” ucapnya pelan, berbalut ketulusan yang tidak dibuat-buat.

Ia menyebut satu per satu nama yang menjadi sahabat seperjalanan. Ada Pung Dulli (H. Andi Kaswadi Razak, SE)—nama yang ia sebut dengan penuh hormat. Ada Bupati dan Wakil Bupati, Ketua DPRD, para penegak hukum, tokoh agama, tokoh adat, serta masyarakat Soppeng yang ia panggil dengan sapaan akrab “Pung” dan “Puang”.

Momen itu terasa lebih seperti perpisahan keluarga besar ketimbang seremoni militer. Tidak ada jarak, tidak ada protokoler kaku. Yang tersisa hanya hubungan manusia dengan manusia.

“Izinkan kami sekeluarga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kebersamaan selama ini. Kami pamit dengan hati yang penuh syukur,” tuturnya, matanya menyapu wajah-wajah yang hadir.

Ia kembali meminta maaf—bukan sebagai formalitas, melainkan sebagai bentuk elegan seorang pemimpin yang mengerti bahwa jabatan adalah amanah yang selalu bisa dipertanyakan.

“Semua yang kami lakukan semata-mata demi kepentingan dinas dan kebaikan keluarga besar Kodim 1423/Soppeng,” katanya lirih.

Reinhard lalu menutup pidatonya dengan pesan yang menggantung damai di udara pagi itu.
Satu pesan yang tidak hanya ia kirimkan kepada para prajurit, tetapi juga kepada seluruh warga Soppeng:

“Jagalah persaudaraan yang telah terjalin. Lanjutkan perjuangan di Bumi Latemmamala.”

Sebelum meninggalkan lokasi, ia menitipkan satuan Kodim kepada penerusnya, Letkol Inf Eko Yulianto, dengan harapan tongkat estafet pengabdian tetap tumbuh seperti akar-akar pohon tua di Kota Kalong—tebal, kuat, dan penuh sejarah.

Ketika kendaraan dinasnya bergerak perlahan meninggalkan Makodim, suasana masih larut dalam hening. Seperti satu bab yang selesai ditulis, namun masih menyisakan aroma paragraf yang tidak ingin dilupakan.

Reinhard menutup semuanya dengan kalimat sederhana namun dalam—kalimat yang mungkin akan diingat oleh banyak orang:

“Salam Latemmamala. Salam Kota Kalong. Terima kasih. Ewakooo.”

Ia pergi, namun jejaknya menetap. Seperti embun pagi di Soppeng—hilang perlahan, tapi meninggalkan dingin yang menyejukkan ingatan.

Example 300250