TIMIKA |LINTASTIMOR.ID)– Di tengah riuh peringatan Hari Masyarakat Adat Internasional, Sabtu (9/8/2025), dua lembaga adat terbesar di Kabupaten Mimika, Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme (Lemasa) dan Lembaga Masyarakat Adat Suku Kamoro (Lemasko), duduk satu meja. Pertemuan yang diinisiasi Ombudsman RI Perwakilan Papua Tengah bersama Perkumpulan Penggerak Aspirasi Masyarakat Minoritas Indonesia Maju (2PAM3) itu bukan sekadar agenda seremonial, melainkan upaya serius merajut kembali persatuan yang sempat retak dan menyiapkan Musyawarah Adat (Musdat) yang sah agar diakui pemerintah.
Berlokasi di Kantor Lemasa, Jalan Cenderawasih, Mimika, pertemuan ini mengusung tema puitis namun sarat makna: “Merajut Kembali Noken Adat Amungme dan Perahu Adat Kamoro yang Telah Bocor.” Subtema yang mengiringinya menegaskan tujuan: merevitalisasi tatanan adat Amungme–Kamoro untuk berkolaborasi, merumuskan agenda perlindungan hak ulayat, dan menguatkan kemandirian ekonomi adat.
Hadir dalam forum ini tokoh-tokoh kunci seperti Ketua Ombudsman Papua Tengah Tom Rakbav, anggota DPR Papua Tengah Yohanis Kemong dan Peanus Uamang, Ketua MRP Papua Tengah Agustinus Anggaibak, serta perwakilan suku Amungme–Kamoro, tokoh adat, masyarakat, pemuda, dan perempuan.
Tiga Kesepakatan Penting
Usai diskusi panjang, lahir tiga keputusan bersama yang dituangkan dalam berita acara untuk disampaikan kepada Bupati Mimika, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Hukum dan HAM:
- Kedua pihak sepakat bersatu dan melaksanakan Musdat pada awal September 2025.
- Pemkab Mimika diharapkan segera mengalokasikan anggaran Musdat.
- Pemkab Mimika diminta menerbitkan SK Musdat Lemasa–Lemasko tahun 2025.
Yan Selamat Purba, Kepala Kesbangpol Mimika yang mewakili Pemda, menegaskan bahwa pelestarian adat Amungme–Kamoro (Amor) hanya bisa dilakukan oleh masyarakat adat itu sendiri.
“Semua keputusan adalah milik masyarakat Amor. Sebagaimana pemerintahan punya hukum, adat pun punya hukum. Kami berharap ke depan tercipta keselarasan untuk menjaga Mimika sebagai rumah bersama,” ujarnya.
Ia mengingatkan, simbol “Karapau” rumah adat Kamoro dan “Honai” rumah adat Amungme adalah gambaran Mimika yang rukun dalam keberagaman.
Momentum Hari Masyarakat Adat
Ketua panitia Vincen Oniyoma menuturkan, pemilihan tanggal 9 Agustus bukan kebetulan. Hari Masyarakat Adat Internasional dijadikan momentum untuk “memulai dan menata kembali tatanan adat” sesuai amanat UUD 1945 dan Undang-Undang Otonomi Khusus.
Yohanis Kemong, mewakili aspirasi masyarakat adat, mendorong Pemkab Mimika segera mengucurkan dana Musdat.
“Bupati satu-satunya yang bisa menyatukan Lemasa–Lemasko dengan SK Musdat. Hasil Musdat itu yang sah dan diakui pemerintah,” tegasnya.
Menyelesaikan Sengketa Lama
Ketua 2PAM3 Papua Tengah, Antonius Rahakbav, yang mewakili Ombudsman RI, menjelaskan pertemuan ini lahir dari pengaduan salah satu pimpinan Lemasa terkait penundaan Musdat sejak pemerintahan sebelumnya.
“Ini soal maladministrasi dan pembiaran. Dana Musdat pernah dianggarkan, namun dikembalikan karena perbedaan pendapat. Padahal dana itu sudah tercatat di Kemendagri,” ungkapnya.
Musdat Amungme–Kamoro dijadwalkan awal September 2025. Harapan semua pihak: persatuan dua suku besar ini kembali kokoh, tatanan adat terpulihkan, dan pengakuan pemerintah segera menyusul—agar Noken dan Perahu yang sempat bocor kembali mengarungi Mimika dalam satu arus.