Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
BeritaHukum & KriminalNasionalPeristiwaPolkam

Merawat Suara yang Lama Tertinggal

63
×

Merawat Suara yang Lama Tertinggal

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Konsultasi Publik Ranperda Perlindungan Perempuan dan Anak Papua Tengah

NABIRE |LINTASTIMOR.ID)
Selasa pagi di Aula DPR Papua Tengah itu, udara terasa seperti menahan napasnya sendiri. Ada sesuatu yang sedang dicari, sesuatu yang selama ini terlewat dalam perjalanan panjang otonomi: keberpihakan yang nyata bagi perempuan dan anak.

Example 300x600

Anggota DPRD Papua Tengah, Nancy Natalia Raweyai, berdiri sebagai inisiator sekaligus penjaga arah. Ia membuka konsultasi publik Rancangan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Perempuan dan Anak — sebuah rancangan yang ia sebut bukan sekadar konsep hukum, tetapi “kerangka moral masa depan Papua Tengah.”

“Penyusunan Ranperda ini langkah strategis untuk memastikan kerangka hukum yang jelas dan kuat bagi pencegahan kekerasan, perlindungan korban, dan penguatan peran perempuan di masyarakat.”
Nancy Natalia Raweyai

Sebelum ruang publik ini dibuka, DPR Papua Tengah telah menjalani proses hening yang padat: rapat internal, penyusunan substansi awal, dan penyelarasan konsep melalui Daftar Inventarisasi Masalah. Semua itu menjadi fondasi teknis sebelum suara rakyat masuk memberi warna.

Namun lebih dari teknis, Nancy menegaskan bahwa rancangan ini harus membaca jiwa sosial Papua Tengah—dengan adat, luka, kebiasaan, dan harapan-harapan yang tak pernah sederhana.

“Perempuan di beberapa wilayah Papua masih sering dianggap kelas dua. Padahal mereka adalah penjaga budaya dan generasi. Kita ingin melestarikan adat yang baik, dan memperbaiki praktik yang merugikan perempuan melalui pendidikan dan pendekatan protektif.”

Upaya panjang ini tak lahir tiba-tiba. Tanggal 3 November lalu, Nancy telah menggelar FGD daring yang dibuka Wakil Menteri KPPA Veronica Tan, didampingi tokoh-tokoh seperti Eva Sundari, perwakilan BRIN, dan lembaga kemitraan lainnya. Dari forum itu, titik tekan pembangunan manusia kembali dipertegas.

“Peningkatan kualitas SDM serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas sudah menjadi garis besar dalam RPJMN,”
ujar Veronica, mengingatkan bahwa keberpihakan tidak boleh sekadar jargon.

Di ruang konsultasi publik, berbagai suara bermunculan—kadang lirih, kadang berani: kebutuhan penguatan layanan pengaduan, pendampingan korban yang humanis, peran desa dalam mencegah kekerasan, peningkatan literasi hukum, hingga pentingnya tokoh adat dan agama dalam implementasi regulasi.

Semua masukan itu seperti serpihan cermin yang menyatukan realitas: bahwa perlindungan bukan hanya wewenang negara, melainkan kerja budaya.

DPR Papua Tengah menyatakan komitmen untuk mengawalnya, melalui pendidikan, pelatihan, advokasi, dan kolaborasi lintas sektor — sebuah tugas panjang yang menuntut kesabaran institusional dan sentuhan kemanusiaan.

Konsultasi ditutup dengan foto bersama seluruh peserta. Tidak sekadar formalitas, tetapi simbol komitmen kolektif: menciptakan Papua Tengah yang aman, adil, dan protektif bagi perempuan serta anak.

Tahapan berikutnya sudah menunggu: harmonisasi bersama Kemenkum Papua, Paripurna tingkat II, hingga fasilitasi dengan Kemendagri. Jalannya panjang, tetapi hari itu Nabire mencatat satu langkah penting menuju masa depan yang lebih setara — sebuah masa depan yang mulai dibangun dari keberanian untuk mendengar.

Example 300250