ROTE NDAO [LINTASTIMOR.ID] — Suara dari Perbatasan
Di antara riak ombak yang bergulung, seorang gembala menyeberangi lautan bukan dengan kapal megah, melainkan dengan pelampung kecil dari gabus. Ia bukan nelayan, bukan pula petualang, melainkan Uskup Agung Kupang, Mgr. Hironimus Pakaenoni — seorang pelayan Tuhan yang menolak batas, demi menjumpai domba-dombanya di ujung barat Pulau Rote, di sebuah pulau terpencil bernama Ndao.
Dalam video yang viral di media sosial pada Sabtu, 18 Oktober 2025, terlihat sosok uskup yang bersahaja itu turun perlahan dari kapal. Tak ada dermaga, tak ada pijakan kokoh, hanya laut biru yang dalam dan berombak. Dengan jubah putih kebesarannya, ia menumpangi pelampung kecil berbentuk balok, terbuat dari gabus sederhana. Ombak menggoyang, air naik ke lutut, namun langkah imannya tetap tegak.
Beberapa umat yang menunggu di tepi pantai menahan napas. Mereka membantu menstabilkan pelampung itu agar sang gembala tetap seimbang. Di mata mereka, yang mereka saksikan bukan sekadar keberanian, melainkan pengorbanan kasih yang tak terukur.
“Ini bukan soal jabatan atau kebesaran rohani,” ujar seorang umat setempat dengan mata berkaca. “Ini tentang cinta yang berjalan di atas air, cinta yang datang mencari kami, meski harus melawan ombak.”
Dalam kesunyian laut yang biru dan berat, langkah Mgr. Hironimus tampak seperti wujud nyata dari sabda Tuhan dalam Injil Yohanes 10:11:
“Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.”
Pulau Ndao adalah salah satu titik terpencil di perbatasan Nusa Tenggara Timur. Untuk mencapainya, butuh perjalanan panjang dan penuh risiko. Namun, bagi sang uskup, setiap tetes air asin dan hempasan ombak adalah bagian dari panggilan cinta pastoral. Ia datang bukan untuk disambut kehormatan, tetapi untuk membasuh luka kesepian umat yang lama tak tersentuh tangan gembala.
Kisah ini menyentuh ribuan hati. Video sederhana itu kini telah dibagikan ke berbagai penjuru dunia maya. Orang-orang dari berbagai iman pun ikut menundukkan kepala, terharu oleh simbol pelayanan yang murni — pelayanan yang tak mengenal jarak, tak mengenal batas, dan tak mengenal lelah.
“Beliau datang bukan untuk dinantikan, tetapi untuk memastikan tak ada umat yang merasa dilupakan,” tulis seorang netizen dalam unggahan yang disertai tanda doa.
Di ujung perairan yang tak bersuara, pelampung kecil itu menjadi saksi bahwa kasih sejati tidak membutuhkan perahu besar. Cukup hati yang besar — hati yang bersandar pada Tuhan dan berlayar dengan iman.
“Sebab bukan angin yang menentukan arah hidup seorang gembala, melainkan kasih Kristus yang menuntun setiap langkahnya.”
LINTASTIMOR.ID — Suara dari Perbatasan
Menyuarakan kebenaran, dari laut yang bergelombang hingga hati yang beriman.