Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
Hukum & KriminalNasionalPeristiwa

Menanti Putusan Bernurani dalam Kasus Aeromodeling Mimika

143
×

Menanti Putusan Bernurani dalam Kasus Aeromodeling Mimika

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

JAYAPURA |LINTASTIMOR.ID) —
Sidang korupsi pembangunan Venue Aeromodeling PON XX Papua di Mimika memasuki babak akhir. Di ruang Tipikor Jayapura, Kamis (20/11), publik kembali menaruh harap—agar majelis hakim tak hanya memutus dengan pasal, tetapi juga dengan nurani yang jernih.

Kuasa hukum terdakwa Paulus Johanis Kurnala (Chang), Herman Koedoeboen, memandang seluruh rangkaian persidangan justru menunjukkan kekosongan bukti terkait dugaan korupsi sebagaimana didakwakan JPU Kejati Papua.

Example 300x600

“Selama persidangan, tidak ditemukan satu pun fakta yang membuktikan adanya penyelewengan anggaran. Tidak ada alat bukti relevan dan substantif yang menunjang dakwaan penuntut umum.”
Herman Koedoeboen, Ketua Tim Kuasa Hukum

Jaksa menjerat terdakwa dengan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, menyebut adanya kekurangan volume timbunan dari 222.477,59 m³ menjadi 104.470,60 m³. Angka itu lalu dikonversi menjadi dugaan kerugian negara Rp31,3 miliar. Namun, menurut pihak pembela, tafsir teknis dan metode pengukuran yang digunakan JPU justru menyisakan pertanyaan besar.

Herman menyebut satu-satunya alat bukti utama JPU—seorang ahli manajemen konstruksi—tidak memiliki kompetensi yang tepat untuk memeriksa perkara geoteknik.

“Ahli yang diajukan tidak punya spesifikasi geo teknik. Ia hanya berlatar manajemen konstruksi yang berfokus pada penjadwalan, penggunaan sumber daya, dan pengorganisasian. Itu bukan ranah pengujian timbunan tanah.”

Masalah lain muncul dari peralatan yang digunakan saksi ahli tersebut. Pengukuran ketebalan timbunan dilakukan dengan waterpas, alat yang secara umum hanya mengukur kerataan permukaan. Dalam sidang, ahli mengakui hasil pengukurannya tidak akurat.

“Ini fatal. Metode yang keliru dijadikan dasar dakwaan,” ujar Herman.

Tim pembela juga mempertanyakan tidak hadirnya ahli keuangan negara dari BPK atau BPKP. Sebaliknya, JPU menghadirkan ahli hukum keuangan—yang secara disiplin tidak memiliki kewenangan audit.

Sementara itu, kubu terdakwa menghadirkan dua saksi ahli yang dinilai memiliki relevansi langsung.
Dr. Ir. Duha, ahli geoteknik Universitas Cenderawasih, melakukan pengukuran fisik di lapangan menggunakan peralatan standar ilmiah. Hasilnya menunjukkan bahwa volume timbunan justru melampaui yang tercantum dalam kontrak.

Dr. Duha menjadi kunci pembanding yang signifikan: bukan hanya karena metodologinya tepat, tetapi juga karena pendekatan ilmiahnya memenuhi kualifikasi scientific evidence.

Selain itu, tim kuasa hukum menghadirkan Dr. Kukuh Prioyonggo, mantan auditor senior BPK RI, sebagai ahli hukum keuangan yang memahami audit publik secara teknis dan normatif.

Semua fakta yang tersaji dalam persidangan, kata Herman, akan menjadi fondasi utama dalam penyusunan pledoi.

“Intinya, tidak terdapat satu pun alat bukti yang dapat membuktikan kesalahan klien kami. Pledoi nanti akan menjelaskan duduk perkara ini secara terang.”

Persidangan ini sendiri sempat melebar hingga ke lapangan. Pada 19 September 2025, Majelis Hakim Tipikor melakukan pemeriksaan setempat di lokasi Venue Aeromodeling Mimika—sebuah langkah yang menunjukkan keseriusan majelis untuk melihat perkara dari mata kepala sendiri.

Kini publik menunggu putusan: apakah dakwaan yang bertumpu pada metode rapuh dapat berdiri, ataukah fakta-fakta teknis dan ilmiah yang akan bicara lantang.
Di antara tumpukan dokumen, angka-angka timbunan, dan silang pendapat ahli, ada satu harapan yang tetap sama: putusan yang bijaksana, adil, dan sesuai dengan nurani hukum.

Example 300250