Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example 728x250
Kabupaten MimikaNasionalPolkam

Lempeng Papua Soroti Penempatan Pejabat: “Papua Tanah Injil, Bukan Sekadar Lahan Politik”

332
×

Lempeng Papua Soroti Penempatan Pejabat: “Papua Tanah Injil, Bukan Sekadar Lahan Politik”

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

TIMIKA, [LINTASTIMOR.ID] — Dalam dua bulan terakhir, perubahan di tubuh Pemerintah Provinsi Papua berlangsung cepat, nyaris seperti angin musim kemarau yang datang tanpa aba-aba. Namun di balik kecepatan itu, Lembaga Pengembangan Generasi (Lempeng) Papua justru membaca tanda-tanda yang mengganggu nurani.

Ketua dan pemilik Lempeng Papua, Pdt. Catto Y. Mauri, S.Th., menilai penempatan sejumlah pejabat utama di lingkungan Kantor Gubernur Papua bukan hanya mencerminkan kebijakan administratif, tapi menyisakan luka simbolik bagi masyarakat lokal yang menjunjung tinggi kearifan adat dan spiritualitas tanah Papua.

Example 300x600

“Ini seperti musim semi Otsus, tapi sekaligus musim kemarau demokrasi. Penempatan pejabat dalam waktu yang begitu singkat, tanpa rasa dan tanpa dengar jeritan hati masyarakat Papua, sangat kami sayangkan. Apakah Papua, yang dikenal sebagai Tanah Injil, sudah kehilangan keseimbangannya?” ungkap Catto dengan nada lirih namun menggugah.

Salah satu sorotan Lempeng Papua ialah proses pergantian Penjabat Sekretaris Daerah (PJ Sekda) Provinsi Papua dari Yohanes Walilo (Kristen) kepada Suzana Wanggai (non-Kristen) yang terjadi hanya dalam waktu dua jam di Kementerian Dalam Negeri pada 25 April 2025, atas persetujuan PJ Gubernur Mayjen (Purn) Ramses Limbong.

“Kami tidak menolak emansipasi, tetapi jangan sampai alasan pemberdayaan perempuan Papua justru mengabaikan rasa keadilan dan realitas spiritual masyarakat. Ini bukan sekadar rotasi jabatan, tapi soal menjaga keseimbangan di tanah yang disakralkan oleh iman dan sejarah,” ujar Catto.

Sorotan lainnya datang dari pergantian PJ Gubernur Papua dari Mayjen TNI (Purn) Ramses Limbong (Kristen) kepada Dr. Drs. Agus Fatoni, M.Si. (Muslim) pada 7 Juli 2025, padahal masa tugas Ramses seharusnya masih tersisa satu bulan lagi untuk mengawal PSU (Pemungutan Suara Ulang). Tak berhenti di situ, pada 17 Juli 2025, PJ Gubernur Agus Fatoni melantik Muhammad Musaad ke jabatan fungsional utama di Pemprov Papua, sementara menurut Lempeng, banyak pejabat eselon II lokal beragama Kristen justru tidak diberdayakan.

“Kami tidak mengajak membenci siapa pun, tapi kami mengajak semua pihak untuk sadar: Papua ini bukan ruang kosong. Di sini, setiap keputusan menyentuh akar budaya, iman, dan identitas. Kenapa di daerah lain pejabat Kristen sulit naik ke jabatan strategis, tapi di Papua, hal sebaliknya begitu mudah dilakukan tanpa proses mendalam?” tanya Catto, retoris namun menggugah kesadaran.

Lempeng Papua pun mengeluarkan tiga seruan utama sebagai bentuk keprihatinan dan sikap moral:

  1. Hentikan penghijauan struktural Pemda Papua yang mengabaikan keragaman dan rasa keadilan lokal.
  2. Hormati prinsip “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.” Bila Aceh bisa menjaga kekhususannya, mengapa Papua tidak? Bila PJ Gubernur adalah non-Kristen, maka seyogianya Sekda berasal dari kalangan Kristen—dalam hal ini Dr. Juliana Waromi.
  3. Jangan rakus dalam kebijakan, takutlah akan Tuhan. PSU nanti akan menjadi bukti nyata apakah masyarakat masih percaya dan bersedia datang ke TPS atau justru menarik diri karena kecewa.

“Papua bukan panggung sandiwara jabatan. Ia adalah tanah yang diberkati, tempat Injil pertama kali berkumandang di timur negeri ini. Jangan nodai warisan itu hanya karena ambisi dan kepentingan sesaat,” pungkas Catto.

Dalam riuhnya rotasi jabatan, masyarakat Papua menanti satu hal sederhana namun mendalam: dihargai. Bukan karena mayoritas atau minoritas, tapi karena mereka adalah penjaga tanah ini sejak sebelum kebijakan-kebijakan itu lahir.

 


 

Example 300250