“Keselamatan warga, terutama anak-anak bangsa, adalah prioritas utama. Saya minta langkah cepat diambil untuk menolong korban dan memastikan keamanan lingkungan sekolah.”
— Presiden Prabowo Subianto
Dentuman di Tengah Pelajaran
JAKARTA |LINTASTIMOR.ID)-Siang itu, Jumat (7/11/2025), jam dinding di koridor SMA Negeri 72 Jakarta menunjukkan pukul 11.45 WIB. Beberapa siswa tengah bersiap menunaikan salat Jumat, sementara di laboratorium, kelompok kecil pelajar sedang merapikan alat praktikum.
Tiba-tiba—ledakan keras mengguncang ruang laboratorium kimia. Asap putih pekat menembus kaca jendela, disusul jerit panik dan langkah berdesakan menuju halaman. Sekejap, suasana belajar berubah menjadi arena darurat.
Guru dan petugas keamanan sekolah bergerak cepat mengevakuasi siswa. Namun, beberapa pelajar mengalami luka bakar dan trauma akibat semburan panas dan pecahan kaca.
Tak lama, ambulans dan pemadam kebakaran tiba. Polisi memasang garis kuning, sementara warga sekitar berkerumun di luar pagar sekolah. “Saya dengar seperti suara tabung meledak,” ujar Rahmat, warga sekitar yang pertama kali menelpon pemadam.
Negara Hadir: Istana Jadi Pusat Koordinasi
Beberapa jam setelah peristiwa itu, Istana Merdeka menggelar konferensi pers darurat. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tampil dengan wajah serius.
“Presiden menyampaikan keprihatinan mendalam dan menekankan agar semua korban ditangani dengan cepat,” ujar Prasetyo Hadi. “Beliau juga meminta agar penyelidikan dilakukan secara menyeluruh untuk mencegah hal serupa terjadi di masa depan.”
Pemerintah, lanjutnya, telah menginstruksikan audit keselamatan menyeluruh terhadap fasilitas pendidikan, khususnya sekolah-sekolah dengan laboratorium kimia, fisika, dan bengkel praktik. “Kita tidak boleh abai terhadap standar keselamatan,” tegasnya.
Fakta Awal dari Kepolisian
Dalam keterangan yang sama, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan tidak ada korban meninggal dunia. Namun, dua siswa masih menjalani operasi akibat luka berat, dan lima lainnya dirawat intensif di RS Koja dan RS Pelabuhan.
“Evakuasi sudah tuntas. Saat ini tim Puslabfor dan Densus 88 sedang menganalisis bahan sisa ledakan untuk memastikan sumbernya,” ujar Kapolri.
Polisi telah mengidentifikasi satu terduga pelaku, seorang pria dewasa yang bukan siswa, namun kerap terlihat di sekitar lingkungan sekolah. Motifnya masih diselidiki—apakah unsur kelalaian, eksperimen ilegal, atau potensi sabotase.
Aspek Hukum: Antara Kelalaian dan Tanggung Jawab Pidana
Dalam kacamata hukum pidana, peristiwa ini dapat dikategorikan sebagai “perbuatan yang menimbulkan bahaya umum terhadap keamanan orang dan barang”, sebagaimana diatur dalam Pasal 187 KUHP.
Namun, jika ledakan terjadi akibat kelalaian penggunaan bahan kimia atau alat laboratorium, maka pasal yang lebih tepat adalah Pasal 188 KUHP, dengan ancaman penjara hingga lima tahun.
Selain pidana individu, tanggung jawab juga melekat pada lembaga. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sekolah wajib menjamin keselamatan peserta didik selama proses pendidikan. Kegagalan memenuhi kewajiban ini dapat digolongkan sebagai kelalaian institusional.
“Kita sering mengabaikan audit keselamatan di sekolah. Padahal, laboratorium adalah area berisiko tinggi. Ada bahan kimia, gas, dan listrik bertegangan tinggi yang semua butuh pengawasan ketat,” kata Dr. Ismail Yahya, pakar hukum pendidikan Universitas Indonesia, saat dimintai tanggapan.
Celah Sistem dan Reformasi Pengawasan Sekolah
Peristiwa ini membuka mata banyak pihak bahwa sistem pengawasan keselamatan di sekolah masih lemah.
Banyak sekolah negeri yang belum memiliki petugas K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) tetap, bahkan tidak semua guru sains mendapat pelatihan penanganan bahan berbahaya.
“Setelah pandemi, banyak fasilitas praktikum tidak pernah diperiksa lagi. Pemerintah daerah seharusnya mewajibkan inspeksi tahunan,” ujar Teddy Indra Wijaya, Sekretaris Kabinet, yang juga meninjau langsung posko darurat di lokasi kejadian.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi kini diminta untuk menyusun protokol nasional keselamatan laboratorium sekolah, termasuk pelatihan mitigasi bencana mini bagi siswa.
Jejak Emosional: Ketika Sekolah Menjadi Luka
Di halaman depan SMA 72, aroma bahan kimia masih tercium samar. Di antara reruntuhan kaca, sepatu putih seorang siswa tergolek tak berpasangan.
Beberapa orang tua masih bertahan di luar pagar, menunggu kabar anaknya yang dirawat di rumah sakit.
“Saya hanya ingin anak saya bisa sekolah lagi tanpa takut,” ujar Rina, ibu dari korban luka ringan, matanya sembab menahan tangis.
Ledakan itu bukan hanya mengguncang dinding sekolah, tapi juga rasa aman di hati banyak keluarga.
Sebuah Seruan Kesadaran Kolektif
Tragedi di SMA Negeri 72 Jakarta bukan sekadar peristiwa teknis, melainkan alarm sosial dan hukum. Ia menuntut tanggung jawab bersama — antara negara, sekolah, dan masyarakat — untuk memastikan bahwa ruang pendidikan benar-benar aman bagi tumbuhnya masa depan bangsa.
Pemerintah telah menjanjikan audit nasional, aparat bergerak cepat, dan publik menuntut kejelasan.
Namun lebih dari itu, bangsa ini harus kembali menata kesadarannya: bahwa keselamatan anak-anak di ruang sekolah adalah cermin sejati dari keberadaban kita.
















