Di bawah langit sore Nabire, ratusan orang dari berbagai iman duduk bersama—menyanyikan damai yang terasa begitu dekat, namun selalu perlu dijaga.
NABIRE — LintasTimor.id
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Badan Kerja Sama Antar Gereja (BKSAG) Kabupaten Nabire menggelar Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) lintas agama di Taman Gizi Nabire, Minggu, 30 November 2025.
Ratusan warga dari beragam denominasi gereja, tokoh adat, tokoh agama, TNI–Polri, perempuan, pemuda, hingga masyarakat adat lintas suku datang dalam satu irama: “Berbahagialah Orang yang Membawa Damai.”
Di pelataran hijau itu, doa-doa dari berbagai tradisi naik dalam satu nada—sebuah pertemuan yang bukan saja ritual, melainkan pernyataan bahwa Nabire memilih jalan kebersamaan di tengah derasnya arus perbedaan.
“Kebersamaan Ini Adalah Nafas Damai Nabire”
Ketua FKUB Kabupaten Nabire, Pdt. Mordikai Dila, M.Th, berdiri di podium sederhana. Suaranya tenang, namun penuh tekanan makna.
“Lintas agama ini perlu bergandengan tangan menjadikan Nabire aman dan damai. Menjelang Natal, toleransi harus terus dijaga,”
— Pdt. Mordikai Dila
Ia menyebut KKR ini bukan sekadar seremoni, melainkan langkah memperkuat iman sekaligus merawat ruang sosial yang rentan oleh isu dan provokasi.
Menghidupkan Nilai Iman Dalam Kehidupan Sosial
Ketua BKSAG, Pdt. Sem Pilatus Waromi, mengingatkan bahwa kedamaian bukan hanya urusan teologi, tetapi tindakan sehari-hari—mulai dari menahan emosi hingga tak mudah terpancing narasi kekerasan.
“Mari menjadi pembawa damai. Jangan mudah terprovokasi. Mari kita ciptakan Natal dan Tahun Baru yang aman, damai, dan hebat,”
— Pdt. Sem Pilatus Waromi
Kata-katanya bergema di antara lampu-lampu taman yang mulai menyala, seperti menegaskan bahwa damai tak boleh hanya dicari; ia harus diperjuangkan.
Simbol Nabire Baru: Tumbuh oleh Kerukunan
Acara KKR lintas agama ini menjadi simbol bahwa Nabire tidak hanya berkembang lewat infrastruktur, tetapi melalui kedewasaan masyarakatnya dalam merawat persatuan.
FKUB, masyarakat adat, gereja, tokoh lintas iman, dan pemerintah daerah berdiri sebagai satu kesatuan dalam menjaga harmoni.
Dalam lanskap sosial Papua yang kerap diuji oleh dinamika politik dan budaya, pertemuan seperti ini menjadi ruang napas—sebuah pengingat bahwa damai bukanlah hadiah yang turun dari langit, melainkan buah dari niat baik yang dirawat bersama.
Di Taman Gizi, malam itu, damai terasa mungkin. Dan Nabire memilih untuk mempercayainya.
















