KUPANG | LINTASTIMOR.ID – Suara dari Perbatasan untuk Dunia
“Jangan ada yang kalian sembunyikan. Karena Tuhan melihat setiap perbuatan kalian. Karma akan mengikuti kalian kemanapun kalian pergi.”
— Sepriana Paulina Mirpey alias Epi, Ibu Prada Lucky Namo
Senja belum sepenuhnya jatuh di langit Kupang ketika Sepriana Paulina Mirpey, perempuan berdarah Ambon dan kelahiran Kota Atambua yang kini dikenal banyak orang dengan nama Epi, menerima surat itu. Sebuah amplop putih dengan kop resmi Pengadilan Militer III-15 Kupang. Tangan tuanya bergetar, matanya berkaca. Ia tahu, inilah tanda bahwa penantian panjangnya menuntut keadilan untuk sang anak, Prada Lucky Chepril Saputra Namo, segera diuji di ruang sidang.
“Saya baru saja menerima surat pemberitahuan untuk sidang Lucky pada hari Senin depan,” ucapnya dengan suara serak menahan emosi, Kamis (23/10/2025). “Tolong sampaikan kepada teman-teman pers untuk hadir dan meliput persidangan ini, supaya prosesnya berjalan transparan dan adil.”
Epi berbicara bukan hanya untuk dirinya. Ia berbicara atas nama luka yang menahun, atas nama air mata yang belum kering di pipi seorang ibu yang kehilangan anak dalam cara paling tragis—dianiaya hingga meninggal dunia oleh rekan-rekannya sendiri.
Doa di tengah luka
Di rumah sederhananya di Kupang, Epi menatap potret anaknya yang kini hanya bisa ia sapa lewat doa. “Saya minta hakim bisa transparan dan berpihak pada keadilan,” katanya lirih. “Semua pelaku harus diberi hukuman maksimal dan dipecat dari keanggotaan. Mereka harus dipecat, semuanya yang terlibat.”
Kalimat itu bukan sekadar tuntutan hukum; ia adalah jerit batin seorang ibu yang menolak lupa. Di setiap kata yang ia ucapkan, terselip doa agar keadilan tidak lagi menjadi barang mewah di negeri ini.
“Saya terus berdoa agar Tuhan melindungi kami sekeluarga dan memberikan ganjaran setimpal kepada para pelaku,” katanya.
Harapan untuk keterbukaan
Epi menaruh harapan besar kepada Pengadilan Militer Kupang agar sidang ini berjalan terbuka. Ia meminta agar tidak ada tembok yang menghalangi kerja jurnalis dalam menyuarakan kebenaran.
“Dari provost tadi menyampaikan bahwa sidang itu terbuka untuk publik, orangtua, pers dan masyarakat bisa mengikuti persidangannya,” tuturnya. “Pengadilan juga akan menaruh layar di luar dan speaker supaya yang tidak bisa masuk ruang sidang bisa mengikuti dari luar.”
Harapan Epi bukan tanpa alasan. Kasus kematian Prada Lucky sempat mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap institusi militer. Kini, pengadilan ini menjadi cermin—apakah hukum benar-benar mampu menegakkan kebenaran di atas seragam dan pangkat.
Pesan untuk para saksi dan pelaku
Kepada para pelaku, Epi menyampaikan pesan tajam namun sarat kasih seorang ibu:
“Jangan ada yang kalian sembunyikan. Karena Tuhan melihat setiap perbuatan kalian. Karma akan mengikuti kalian kemanapun kalian pergi.”
Kepada para saksi, ia berpesan dengan nada lembut namun tegas:
“Ingat, kesaksian para saksi itu menjadi salah satu fakta. Beranilah bicara jujur, jangan takut. Tolong bicara jujur untuk Lucky.”
Proses hukum dimulai
Humas Dilmil III-15 Kupang, Kapten Chk Damai Chrisdianto, membenarkan bahwa sidang akan digelar selama tiga hari berturut-turut, mulai Senin (27/10/2025).
“Sidang dari 27, 28, 29 dengan satu hari satu berkas perkara,” jelasnya. “Hari pertama berkas perkara atas nama Lettu Infanteri Ahmad Faisal. Kemudian 17 terdakwa hari Selasa, dan 4 terdakwa hari Rabu.”
Ia menegaskan, seluruh sidang terbuka untuk umum. Publik dapat mengikuti perkembangan perkara melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) resmi Dilmil III-15 Kupang.
Tiga berkas yang telah dilimpahkan dari Oditurat Militer III-14 Kupang ke Dilmil III-15 Kupang pada 20 Oktober 2025 itu, kini menjadi tumpuan keadilan bagi keluarga Prada Lucky.
Di ambang putusan nurani
Ketika senja benar-benar jatuh di Kupang, Epi duduk di beranda rumah, menatap langit yang mulai gelap. Di dadanya, doa berputar seperti mantra: semoga hakim tak berpihak, semoga keadilan tidak buta, semoga arwah anaknya bisa tenang.
Di antara hiruk pikuk sidang dan berita yang beredar, satu hal tetap utuh: cinta seorang ibu yang menolak dilupakan oleh waktu dan sistem.
️ “Saya hanya ingin keadilan untuk anak saya. Itu saja. Tidak lebih.” — Epi Mirpey, Ibu Prada Lucky Namo
LINTASTIMOR.ID
Menyuarakan Kebenaran dari Perbatasan untuk Dunia
















