Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
Gaya HidupPeristiwaPolkam

Jembatan yang Menutup Sunyi: Lakellu dan Doa Panjang Orang-Orang Sungai

54
×

Jembatan yang Menutup Sunyi: Lakellu dan Doa Panjang Orang-Orang Sungai

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

WATU |LINTASTIMOR.ID)-Di Dusun Lakellu, sungai bukan sekadar aliran air. Ia adalah batas, ujian, sekaligus penentu nasib. Setiap musim hujan, arusnya meninggi, menelan rasa aman, dan memaksa anak-anak sekolah menantang takdir dengan ban bekas dan rakit rapuh.

Puluhan tahun lamanya, warga Desa Watu hidup dalam kesabaran yang diwariskan dari generasi ke generasi—hingga Kamis itu, 18 Desember 2025, sebuah jembatan gantung akhirnya membentang, menutup sunyi yang terlalu lama.

Example 300x600

Di pagi yang sederhana namun sarat makna, Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro berdiri di Dusun Lakellu. Langkahnya bukan sekadar langkah seremonial; ia menapaki kisah panjang tentang keterisolasian, tentang anak-anak yang tumbuh dengan keberanian prematur, dan orang tua yang menggenggam cemas setiap kali hujan turun.

Peresmian Jembatan Gantung Satya Haprabu Lakellu menjadi penanda bahwa negara akhirnya menyentuh tanah yang lama menunggu. Jembatan sepanjang 90 meter dan lebar 1,40 meter itu tidak hanya menghubungkan dua tepi sungai—ia menghubungkan harapan yang lama terputus.

Jembatan ini dibangun oleh gabungan Tim Vertical Rescue Indonesia dan personel Brimob Polri, sebagai bagian dari Program 1.000 Jembatan di Indonesia, atas arahan langsung Presiden Republik Indonesia. Dalam waktu sekitar 14 hari, 15 personel Brimob Batalyon C Pelopor bekerja menaklukkan medan, arus, dan cuaca—seolah berpacu dengan kesabaran warga yang telah menunggu puluhan tahun.

“Pembangunan jembatan ini adalah instruksi Bapak Presiden agar kami hadir membantu masyarakat,” ujar Kapolda Sulsel dengan nada tenang namun tegas.
“Kami menargetkan dua minggu, dan alhamdulillah hari ini jembatan ini dapat kita resmikan.”

Di balik kata “alhamdulillah” itu, tersimpan makna yang jauh lebih luas dari sekadar selesainya sebuah proyek. Infrastruktur, bagi Kapolda, bukan hanya beton dan kabel baja. Ia adalah fondasi keamanan, stabilitas, dan martabat manusia.

“Dengan jembatan ini, masa isolasi warga dapat diakhiri. Anak-anak bisa ke sekolah dengan aman, layanan kesehatan lebih cepat dijangkau, dan aparat negara dapat hadir melindungi masyarakat,” tambahnya.

Kapolda Sulsel didampingi Dansat Brimob Polda Sulsel Kombes Pol. Muhammad Ridwan, S.IK., M.H., Kabid Humas Kombes Pol. Didik Supranoto, Kabid Propam Kombes Pol. Zulham Effendy, serta Kapolres Soppeng AKBP Aditya. Hadir pula Bupati Soppeng H. Suwardi Haseng, Wakil Bupati Ir. Selle KS Dalle, Kepala Desa Watu, dan tokoh-tokoh masyarakat—semuanya menyatu dalam satu kesaksian: bahwa pembangunan paling bermakna adalah yang menyentuh kehidupan sehari-hari.

Dansat Brimob Kombes Pol. Muhammad Ridwan menyebut jembatan ini sebagai wujud nyata kehadiran Polri hingga ke pelosok.

“Dulu ada tiga desa di Kabupaten Soppeng yang terisolir. Untuk ke ibu kota kabupaten, warga harus memutar lewat Kabupaten Bone,” tuturnya.
“Sekarang, semuanya terhubung. Pendidikan, ekonomi, dan kehidupan sosial warga bisa berjalan lebih lancar.”

Ia mengingatkan kembali potret lama yang kini perlahan menjadi kenangan pahit:

“Anak-anak sekolah menyeberang sungai dengan ban mobil, berenang, atau alat seadanya. Itu risiko yang terlalu besar untuk sebuah masa depan.”

Di antara kerumunan warga, Andi Sardia, hampir berusia 50 tahun, berdiri dengan mata yang tak mampu menyembunyikan haru. Ia bukan sekadar saksi, melainkan arsip hidup penderitaan dan kesabaran Dusun Lakellu.

“Sejak saya kecil, kami berharap ada jembatan gantung. Sekarang baru terwujud,” katanya lirih.
“Dulu kalau banjir, anak-anak sekolah harus melawan arus. Kadang ban bocor, mereka digendong orang tuanya dengan baju basah kuyup.”

Kini, sungai itu tetap mengalir. Tetapi ia tak lagi menakutkan. Jembatan Satya Haprabu Lakellu berdiri sebagai jawaban dari doa-doa panjang yang tak pernah terdengar ke pusat kekuasaan—hingga akhirnya didengar.

Andi Sardia menutup kisahnya dengan rasa syukur yang sederhana namun dalam:

“Sekarang kami bisa ke kebun dengan aman. Anak-anak sekolah lancar. Ini sangat berarti bagi kami.”

Jembatan ini bukan sekadar lintasan baja dan kayu. Ia adalah simbol bahwa pembangunan sejati bukan soal kecepatan, melainkan keberpihakan. Di Lakellu, negara hadir tidak sebagai wacana, tetapi sebagai pijakan yang kokoh—tempat warga melangkah, meninggalkan sunyi, dan menjemput masa depan.

Example 300250