Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
BeritaGaya HidupPeristiwa

Jejak Doa di Balik Toga Wisuda Uyelindo Kupang

228
×

Jejak Doa di Balik Toga Wisuda Uyelindo Kupang

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

KUPANG — |LINTASTIMOR.ID)
Cahaya lampu gedung Millenium di Kota Kupang itu memantul lembut di kain toga hitam para wisudawan. Musik orkestra mengalun pelan, mengiringi langkah-langkah gugup namun penuh bangga. Di tengah tepuk tangan dan senyum haru, satu persatu nama dipanggil, tanda berakhirnya sebuah perjalanan — dan dimulainya babak baru kehidupan.

Sebanyak 233 wisudawan dan wisudawati Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STIKOM) Uyelindo Kupang resmi dikukuhkan dalam Sidang Terbuka Senat Wisuda XIX Tahun Akademik 2024/2025, Selasa (21/10/2025).
Di antara para tamu, hadir Wakil Bupati Kupang, Aurum Titu Eki, yang didaulat menyerahkan penghargaan kepada lulusan terbaik.

Example 300x600

“Hari ini bukan akhir dari segalanya, tetapi awal dari sebuah perjuangan,” ujar Aurum dalam pidato yang disambut tepuk tangan panjang.

Ia menatap para wisudawan seolah hendak menitipkan masa depan mereka kepada masa depan bangsa.
“Setelah hari ini,” lanjutnya, “kalian memikul tanggung jawab tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk menjadi manfaat bagi banyak orang. Gunakan ilmu, pengalaman, dan karakter yang sudah kalian bentuk di sini untuk menyalakan cahaya kebaikan.”

Kata-kata itu seperti mengalir menembus barisan toga, jatuh di hati para orangtua yang hadir di kursi belakang. Sebagian menunduk diam, menyeka air mata kecil di sudut mata.
Ada yang mungkin mengenang malam-malam panjang menyiapkan uang sekolah, ada yang menatap bangga anaknya kini berdiri di panggung wisuda.

“Gunakan ilmu sebagai pegangan kesuksesan, tetap rendah hati, dan jadilah teladan di tengah masyarakat,” tambah Aurum.
“Walau dunia kerja menantang, ubahlah itu menjadi semangat untuk melangkah.”

Suasana menjadi semakin hangat ketika Rektor STIKOM Uyelindo Kupang, Dr. Remerta Noni Naatonis, S.Kom., M.Cs, menyampaikan sambutannya. Dengan suara lembut dan nada penuh makna, ia mengibaratkan perjalanan kuliah para wisudawan seperti maraton panjang — bukan sprint pendek.

“Pendidikan ini bukan perlombaan cepat,” tutur Noni.
“Ini perjalanan panjang yang menuntut ketekunan, ketahanan, dan kesabaran. Hari ini kalian berdiri di garis finis, membuktikan bahwa daya juang lebih berharga daripada langkah cepat.”

Tahun ini menjadi istimewa bagi STIKOM Uyelindo.
Kampus yang berdiri sejak 1999 itu baru saja menandai 25 tahun kiprahnya di dunia pendidikan — sebuah yubelium perak yang mengukuhkan tekad menuju kampus berdaya saing global.
“Tonggak capaian itu kita wujudkan lewat 233 lulusan hari ini,” ujar Noni menutup sambutannya.

Namun momen paling menyentuh justru datang dari podium kecil di sisi panggung, ketika Emilianto Sefri Bere, mewakili para wisudawan, berbicara dengan suara bergetar.

“Kami tahu, mungkin ada orangtua yang diam-diam berhutang demi kami bisa kuliah,” katanya lirih.
“Dalam setiap doa, nama kami disebut. Dalam setiap peluh, ada cinta yang tak terlihat. Kami berdiri di sini karena kasih dan doa yang tidak pernah putus.”

Ruang seremonial itu mendadak hening.
Beberapa dosen menunduk, beberapa ibu menghapus air mata dengan ujung selendang.
Wisuda yang awalnya terasa formal kini berubah menjadi ruang refleksi — tentang pengorbanan, cinta, dan mimpi yang tumbuh dari sederhana.

“Terima kasih kepada almamater tercinta,” pungkas Emilianto, dengan suara yang mulai berat menahan haru.
“Kami adalah hasil pengabdian bapak dan ibu dosen. Terima kasih atas ilmu, pengalaman, dan cerita yang tak ternilai.”

Di luar gedung, senja Kupang mulai turun perlahan.
Langit berwarna jingga muda, seperti simbol lembut dari peralihan — dari dunia kampus ke dunia nyata.
Dan di bawah cahaya itu, para wisudawan melangkah pulang, membawa toga, ijazah, dan satu hal yang abadi: doa orangtua yang tak pernah berhenti menyebut nama mereka di setiap malam.

 

Example 300250