Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
BeritaKabupaten MappiKabupaten MimikaNasionalPolkam

Jejak Disdukcapil Mengarungi Pesisir Mimika

178
×

Jejak Disdukcapil Mengarungi Pesisir Mimika

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

TIMIKA |LINTASTIMOR.ID)-Di bawah langit pesisir Mimika yang basah oleh hujan dan angin laut, pelayanan kependudukan menjelma menjadi perjalanan kemanusiaan—sebuah kerja senyap yang dihidupkan dengan tekad dan keberanian.

Ketika Negara Hadir di Tanah Ombak

Gelombang yang menepuk-nepuk perahu di pesisir Mimika Barat bukan hanya cerita alam. Ia adalah saksi bisu dari sebuah perjalanan panjang: perjalanan para petugas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Mimika yang memilih menembus hujan, angin, dan lumpur, demi memastikan bahwa setiap orang, di kampung paling jauh sekalipun, hadir sebagai warga negara yang diakui.

Example 300x600

Di bawah komando Kepala Dinas Slamet Sutejo, pelayanan kependudukan tak lagi berdiam di kantor beton kota. Ia bergerak — melintasi darat dan laut, merapat di kampung-kampung yang selama ini memandang administrasi sebagai sesuatu yang jauh, mahal, dan kadang mustahil. Di Mimika Barat, negara datang bukan hanya dengan formulir dan printer. Ia datang dengan hati, keberanian, dan ketulusan.

Setiap KTP yang dicetak, setiap KIA yang dibagikan, setiap Kartu Keluarga yang diserahkan, bahkan setiap Akad Nikah Sipil yang dilaksanakan di pesisir, menjadi penanda bahwa negara tidak melupakan mereka yang berada di tepi.

Suara Kampung yang Tersentuh Pelayanan

Kepala Kampung Aparuka, Yonas Kenaroke, memandang pelayanan ini bukan sekadar kegiatan teknis kependudukan. Baginya, ini adalah jawaban dari doa panjang yang dipanjatkan masyarakatnya.

“Apa yang dilakukan Disdukcapil sangat membantu kami. Biasanya mengurus KTP, KK, KIA, dan Catatan Sipil membutuhkan biaya besar, tapi yang dilakukan sekarang gratis. Bahkan warga yang nikah sipil langsung terima uang Rp350.000,”
ujar Yonas dengan nada lega yang perlahan berubah menjadi syukur.

Ia melanjutkan, ketika data warga lengkap dan sah, maka pintu kesejahteraan ikut terbuka.
Bantuan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten dapat tersalurkan dengan tepat sasaran. Identitas bukan sekadar angka di sistem — ia adalah akses.

Negara yang Mengetuk Pintu-pintu Kampung

Kepala Distrik Mimika Barat, Cristian Warinussy, merasakan denyut yang sama. Sosialisasi, pendataan, dan pelayanan yang dilakukan Disdukcapil di tujuh kampung — Atapo, Kiyura, Mimika, Migiwia, Kokonao, Apuri, hingga Aparuka — menjadi bukti bahwa administrasi bukanlah beban, tetapi jembatan.

“Terima kasih Bupati dan Wakil Bupati yang melalui Disdukcapil telah memberikan secara langsung KTP, KK, KIA dan Surat Nikah Sipil kepada masyarakat,”
kata Cristian, menegaskan bahwa pelayanan ini lebih dari sekadar pendataan.

Dalam setiap kunjungan, petugas tidak hanya membawa berkas dan perangkat cetak. Mereka membawa paket kecil kebahagiaan — beras, mi instan, gula, kopi, dan kue kering — sebagai tanda bahwa negara datang dengan wajah yang ramah.

Refleksi: Identitas sebagai Martabat

Di Mimika Barat, identitas tidak hanya menggambarkan siapa seseorang. Ia adalah martabat.
Ia adalah pengakuan bahwa seseorang hadir dalam peta bangsa.
Maka ketika petugas Disdukcapil menyeberangi ombak, mereka bukan sekadar melayani. Mereka sedang memulihkan martabat, memastikan tak ada satu pun warga yang hilang dari sistem, atau hilang dari perhatian negara.

Di kampung-kampung pesisir yang jauh dari riuh kota, pelayanan kependudukan menjadi kisah paling lembut dari pemerintahan: kisah tentang hadirnya negara di perahu yang berguncang, di rumah panggung yang sederhana, di wajah-wajah warga yang tersenyum menyambut identitas baru mereka.

Pelayanan ini mungkin tak terliput kamera nasional, namun di pesisir Mimika, ia terasa seperti sejarah kecil: sejarah tentang manusia-manusia yang akhirnya terdata, terlihat, dan diakui sepenuhnya sebagai bagian dari republik.

 

Example 300250