Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
Hukum & KriminalNasional

Integritas Menjaga Negeri: Suara Kejari Belu Melawan Korupsi dan Menegakkan Martabat

120
×

Integritas Menjaga Negeri: Suara Kejari Belu Melawan Korupsi dan Menegakkan Martabat

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

ATAMBUA |LINTASTIMOR.ID)-Di Belu, seruan keadilan tak hanya diumumkan—ia ditagaskan sebagai etos hidup, sebagai pagar moral yang tak boleh jebol oleh korupsi, kekerasan, dan pelanggaran martabat manusia.

Di Lapangan Umum Atambua, peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia kembali memberi cermin pada negara: betapa korupsi bukan sekadar tindak pidana, melainkan kejahatan sistemik yang merampas masa depan, terutama di daerah perbatasan seperti Belu. Kepala Kejaksaan Negeri Belu, Johannes Harysuandy Siregar, S.H., M.H., berdiri dengan kalimat yang tajam namun mendidik:

Example 300x600

“Setiap rupiah yang dikorupsi adalah hak pendidikan anak-anak kita.”

Peringatan Hari Anti Korupsi tahun ini tidak berdiri sendiri. Ia berjalin dengan peringatan Hari AIDS Sedunia, Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, Hari Disabilitas Internasional, dan Hari Hak Asasi Manusia. Semua berujung pada satu muara nilai: kemuliaan hidup manusia dan hak dasar yang tidak boleh diperdagangkan, disunat, atau dibungkam.

Dalam analitik hukum, korupsi di daerah perbatasan sering lahir dari tiga ruang gelap: kewenangan tanpa pengawasan, administrasi tanpa transparansi, dan pelayanan publik tanpa akuntabilitas. Belu, sebagai pintu negara, adalah etalase hukum: jika integritas di sini roboh, maka citra negara ikut retak di garis tapal.

Johannes Siregar menegaskan kembali arah moral institusi:

“Satukan aksi basmi korupsi, demi Belu hebat bebas korupsi.”

Kata “satukan” di sini tidak retoris. Korupsi dapat dilawan bukan hanya dengan pasal, tetapi dengan ekosistem integritas. Data nasional menunjukkan mayoritas kasus korupsi daerah berakar pada praktik gratifikasi birokrasi dan pengadaan barang-jasa. Namun, penyebab paling mematikan justru adalah diamnya masyarakat—normalisasi penyimpangan.

Analitik Hukum Korupsi di Belu: Tegas, Proporsional, Berkeadilan

Kejaksaan Negeri Belu menggariskan pendekatan yang tidak sekadar represif, melainkan korektif dan preventif. Penegakan hukum harus menjatuhkan efek jera, tetapi pendidikan publik harus terus menyala agar masyarakat tidak kembali pada pola lama: tahu tapi membiarkan, melihat tapi memilih diam.

Dalam hukum, korupsi bukan sekadar pencurian uang negara; ia merampas hak pendidikan anak, akses kesehatan ibu, kualitas layanan publik, bahkan kepercayaan rakyat terhadap negara.

Johannes kembali menautkan hukum pada etika:

“Bekerjalah dengan jujur, bertindaklah dengan nurani, dan layani dengan tulus untuk Belu yang lebih bermartabat.”

Solusi Cegah Korupsi di Belu

Langkah strategis anti korupsi tidak cukup dengan pidato tahunan. Ia harus dituangkan dalam pedoman kerja dan evaluasi berkala:

  1. Transparansi Layanan Publik
    • Publikasi berkala penggunaan anggaran daerah dan desa dalam format mudah baca.
  2. Digitalisasi Pengadaan Barang dan Jasa
    • Menghilangkan pertemuan fisik yang rawan lobi dan negosiasi gelap.
  3. Whistleblower System Perbatasan
    • Layanan pelaporan rahasia yang melindungi pelapor dari intimidasi.
  4. Audit Sosial oleh Publik
    • Media, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil terlibat dalam pengawasan langsung.
  5. Pendidikan Anti Korupsi Sejak SMP–SMA
    • Agar integritas bukan teori, melainkan watak yang dipraktikkan generasi.

Korupsi harus dibaca bukan hanya sebagai kriminalitas, tetapi perampasan hak asasi—karena hak rakyat atas pendidikan, air bersih, kesehatan, dan pelayanan publik hilang ketika uang publik ditilep oleh tangan-tangan yang dipilih untuk melayani.

Hukum Sebagai Denyut Keadilan

Peringatan lintas isu ini menyatukan pesan yang tak boleh dilupakan: penegakan hukum bukan tentang menakut-nakuti, tetapi menjaga martabat hidup manusia. Atambua telah memilih berdiri di ruang terang: menolak korupsi, menegakkan hak asasi, melindungi kelompok rentan, dan merawat kemanusiaan sebagai nilai dasar.

Pada akhirnya, suara Kejari Belu menutup peringatan itu dengan nada yang tak bisa dibantah:

“Ketika kita melindungi hak dasar setiap orang, sesungguhnya kita sedang menjaga marwah negeri ini.”

Kalimat itu mengundang kita untuk tidak hanya memperingati, tetapi mengawal.
Sebab integritas tidak dibangun pada spanduk, melainkan pada keberanian:
mengatakan tidak pada korupsi bahkan ketika dunia meminta kompromi.

Example 300250