Refleksi Konstitusional dan Etika Keadilan pada 10 November 2025
Oleh: Agustinus Bobe, S.H., M.H
Pengamat Hukum Pidana Umum dan Pidana Militer
Abstrak Ringkas
Hari Pahlawan 10 November merupakan momentum historis untuk meneguhkan kembali nilai-nilai keadilan dan integritas hukum di Indonesia. Semangat perjuangan rakyat Surabaya 1945 tidak sekadar melawan penjajahan fisik, tetapi juga menanamkan nilai moral tentang keberanian, kejujuran, dan pengabdian. Dalam konteks kekinian, nilai-nilai tersebut menjadi landasan etik dalam reformasi sistem hukum nasional, terutama ketika tantangan terbesar hukum bukan lagi agresi militer, melainkan krisis kepercayaan publik terhadap aparatur penegak hukum.
Pahlawan dan Hukum: Dua Pilar Sejarah Bangsa
Bangsa Indonesia berdiri di atas dua kekuatan besar: pengorbanan para pahlawan dan supremasi hukum.
Para pahlawan kemerdekaan berjuang bukan hanya untuk membebaskan tanah air dari penjajahan, tetapi juga untuk menegakkan tatanan hukum yang adil dan bermartabat sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
Namun delapan puluh tahun setelah proklamasi, hukum masih sering tersandera oleh kepentingan politik dan ekonomi.
Ketika hukum kehilangan keberpihakannya pada rakyat kecil, sesungguhnya kita sedang mengkhianati semangat para pahlawan yang rela gugur demi nilai keadilan.
Hukum Sebagai Amanat Moral Kepahlawanan
Hukum bukan sekadar instrumen kekuasaan, melainkan manifestasi tanggung jawab moral bangsa.
Dalam setiap pasal perundang-undangan tersimpan cita-cita agar keadilan menjadi nyata, bukan sekadar jargon.
Seperti halnya pahlawan yang menolak tunduk pada penjajahan, penegak hukum sejati adalah mereka yang menolak tunduk pada tekanan dan korupsi moral.
Jaksa, hakim, penyidik, maupun advokat yang berani menegakkan keadilan walau diancam atau dikucilkan — merekalah pahlawan hukum masa kini.
“Hukum tanpa moral adalah kekuasaan yang menindas; moral tanpa hukum adalah idealisme tanpa arah.”
— Agustinus Bobe
Tantangan Hukum di Era Reformasi: Antara Idealisme dan Realitas
Reformasi hukum pasca 1998 diharapkan menjadi titik balik menuju negara hukum yang demokratis. Namun dalam praktik, masih terjadi paradoks antara idealisme konstitusional dan realitas institusional.
Fenomena tebang pilih hukum, kriminalisasi suara kritis, hingga lemahnya transparansi dalam proses peradilan, menunjukkan bahwa hukum belum sepenuhnya menjadi panglima keadilan.
Hari Pahlawan harus menjadi memento moral bahwa perjuangan belum selesai.
Jika di masa lalu pahlawan melawan penjajahan asing, maka kini para insan hukum harus melawan penjajahan internal — berupa keserakahan, ketidakjujuran, dan penyalahgunaan kewenangan.
Menegakkan Keadilan sebagai Bentuk Kepahlawanan Modern
Makna “pahlawan” di era hukum modern bukan lagi diukur dari seberapa besar pengorbanan fisik, melainkan dari komitmen moral terhadap integritas dan tanggung jawab publik.
Pegawai hukum yang menolak suap, jaksa yang menuntut berdasarkan nurani, atau prajurit TNI yang menegakkan disiplin dengan adil — semuanya adalah pahlawan konstitusi yang menghidupkan sila kelima Pancasila: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, setiap insan hukum dipanggil untuk berjuang bukan hanya dengan pena dan toga, tetapi dengan hati yang bersih. Karena keadilan sejati bukan sekadar keputusan, melainkan keberanian untuk menegakkan kebenaran di atas segala kepentingan.
Kembali ke Semangat Surabaya 1945
Hari Pahlawan 10 November bukan sekadar seremoni tahunan. Ia adalah panggilan moral untuk memperjuangkan kebenaran di setiap bidang pengabdian hukum.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak hanya menghormati pahlawannya, tetapi juga melanjutkan perjuangan mereka dalam bentuk baru — perjuangan melawan ketidakadilan.
Hukum yang berjiwa pahlawan adalah hukum yang berpihak kepada kebenaran, bukan kekuasaan.
Dan tugas generasi kini adalah menjaga agar hukum tidak kehilangan jiwanya.
“Pahlawan gugur di medan perang; insan hukum gugur dalam diam ketika keadilan diperdagangkan.”
Catatan Penulis
Refleksi ini diharapkan menjadi pengingat bagi seluruh aparat hukum, akademisi, dan masyarakat agar terus menghidupkan semangat juang para pahlawan dalam praktik penegakan hukum yang bersih, transparan, dan berkeadilan. Karena sejatinya, hukum adalah monumen perjuangan yang tak boleh retak oleh kepentingan sesaat.
















