TIMIKA | LINTASTIMOR.ID — Di antara gemuruh inovasi dan denyut tradisi, sebuah perayaan bermakna menggema dari aula kantor BPKAD Mimika. Jumat (31/10/2025), ruangan itu menjadi saksi bisu penyerahan sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)—sebuah momentum penting yang menandai babak baru perlindungan terhadap karya, budaya, dan ekonomi kreatif masyarakat Mimika.
Acara yang dihadiri Bupati Mimika Johannes Rettob, Kakanwil Kemenkumham Papua Anthonius Mathius Ayorbaba, Ketua Lemasko Gregorius Okoare, Kabag Hukum Setda Mimika Jambia Wadansoa, serta Kepala Divisi Humas & Komunikasi YPMAK Yeremias Isak Imbiri, bukan sekadar seremoni, melainkan penobatan bagi para penjaga warisan budaya dan pelaku ekonomi lokal yang berjuang di tengah keterbatasan.
“Black Brothers adalah group band legendaris asal Tanah Papua. Mereka melanglang buana ke seantero nusantara, hingga luar negeri. Mereka menerima sertifikat HAKI di Timika—suatu kebanggaan bagi kami orang Mimika,”
— Johannes Rettob, Bupati Mimika
Black Brothers: Legenda yang Kini Terlindungi
Sorak kecil namun penuh haru terdengar ketika nama Black Brothers disebut. Grup musik legendaris yang telah menembus batas waktu dan geografis itu kini resmi memiliki perlindungan hukum atas karya mereka. Sertifikat Hak Cipta itu diterima langsung oleh Amry Muraji Kahar, musisi dan saksofonis utama berdarah Ternate yang menjadi saksi hidup perjalanan panjang Black Brothers.
Kini, setiap denting gitar dan lirik mereka bukan hanya warisan budaya, tetapi juga aset hukum dan ekonomi yang sah. Sertifikat HAKI tersebut menjadi tameng terhadap pembajakan sekaligus menjamin hak royalti bagi para pencipta dan pewarisnya.
“HAKI mengubah senar gitar menjadi sumber pendapatan yang lestari, memastikan para musisi veteran dapat menikmati hasil karya mereka,”
— Johannes Rettob, Bupati Mimika
Noken, Anyaman, dan Semangat UMKM Pesisir
Selain dunia musik, perlindungan hukum juga diberikan kepada pelaku UMKM lokal seperti Nomo Ya, Agia, dan Hubertina Kimena. Mereka adalah para perempuan tangguh penjaga tradisi yang menenun, menganyam, dan mencipta noken khas Mimika dengan penuh cinta.
Dalam sertifikat HAKI yang mereka genggam, tersimpan pengakuan atas keunikan identitas lokal dan jaminan terhadap hak ekonomi dari karya mereka. Kini, noken dan anyaman Mimika bukan lagi sekadar kerajinan, melainkan produk bernilai hukum dan komersial.
“UMKM di Mimika luar biasa. Mereka terus berinovasi meski dengan keterbatasan. Dengan sertifikat ini, karya mereka memiliki perlindungan hukum dan potensi dikembangkan secara komersial,”
— Anthonius Mathius Ayorbaba, Kakanwil Kemenkumham Papua
Komitmen Pemerintah: Melindungi, Memfasilitasi, dan Mengangkat
Bupati Rettob menegaskan bahwa komitmen Pemkab Mimika tidak berhenti pada penyerahan sertifikat semata. Pemerintah daerah berjanji menanggung biaya PNBP bagi 50 UMKM yang sedang mengurus hak merek dagang, serta membantu proses sertifikasi BPOM dan halal untuk produk-produk lokal.
Langkah ini bukan hanya dukungan administratif, melainkan ikrar moral agar tidak ada karya anak Mimika yang mati karena keterbatasan biaya atau kurangnya perlindungan hukum.
“Kami berjuang agar setiap karya anak Mimika terlindungi dan bernilai ekonomi. HAKI adalah tameng budaya sekaligus kunci kemakmuran,”
— Johannes Rettob, Bupati Mimika
HAKI: Tameng Budaya dan Gerbang Ekonomi
Penyerahan sertifikat HAKI di Mimika menandai babak baru: ketika warisan budaya dan inovasi lokal berdiri sejajar dengan kekuatan hukum nasional. Setiap sertifikat yang diserahkan adalah janji perlindungan dan penghargaan terhadap karya anak bangsa Papua.
Kini, Mimika bukan hanya kaya sumber daya alam, tetapi juga kaya intelektual dan kreativitas. Dari lagu-lagu Black Brothers hingga anyaman tangan para mama di kampung pesisir—semuanya kini memiliki benteng hukum dan peluang ekonomi yang nyata.
Sebuah pesan menggema dari aula itu sore itu:
Bahwa di Tanah Harapan, karya bukan sekadar ekspresi—melainkan aset bangsa yang layak dijaga, dihormati, dan diwariskan.
(tim/lintastimor.id)
















