Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
BeritaNasionalPeristiwaPolkam

Dua Titik Aksi Demo, Satu Kota yang Berdenyut

204
×

Dua Titik Aksi Demo, Satu Kota yang Berdenyut

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

JAKARTA |LINTASTIMOR.ID)— Kota Jakarta ini selalu punya cara mengingatkan kita bahwa demokrasi bukanlah pemandangan yang jauh dari keseharian, melainkan denyut yang terasa sampai ke trotoar, lampu merah, dan langkah para pejalan. Senin, 17 November 2025, Jakarta Pusat kembali menjadi panggung tempat suara rakyat dan disiplin aparat saling beririsan.

Di bawah langit mendung Monas, ribuan buruh dari Aliansi Federasi Serikat Pekerja Serikat Buruh Se-Jakarta menggelar unjuk rasa. Mereka datang membawa tiga skema kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026, dengan angka terendah 6,5 persen—sebuah seruan yang lahir dari bilik dapur, meja makan, dan kantong yang semakin sempit terhimpit inflasi.
Unjuk rasa dari Aliansi Federasi Serikat Pekerja Serikat Buruh Se-Jakarta berlangsung sejak pagi di Lapangan Ikada, Monas,” ujar Kepala Seksi Humas Polres Metro Jakarta Pusat, Ruslan Basuki, dalam sebuah keterangan yang terdengar tenang namun tegas.

Example 300x600

Tak jauh dari sana, di Jalan Medan Merdeka Barat, gelombang mahasiswa dari Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) mengalir ke depan Gedung Mahkamah Konstitusi. Di antara gedung-gedung tinggi dan lengkingan klakson, mereka menyuarakan tuntutan yang tumbuh dari ruang intelektual kampus dan keresahan akan arah bangsa. Dua titik, dua arus manusia, namun satu kota yang menjadi saksi.

Kepolisian menyiapkan 1.963 personel untuk menjaga dua episentrum aksi ini—jumlah yang bukan hanya soal angka, tetapi soal menjaga wajah Jakarta tetap ramah bagi setiap warganya.
Rekayasa lalu lintas diterapkan secara situasional, menyesuaikan eskalasi peserta aksi di lapangan,” kata Ruslan, menyiratkan kesigapan yang tak ingin memadamkan suara publik, tetapi memastikan arusnya tetap tertib.

Di balik hiruk-pikuk itu, tersimpan persoalan struktural: bagaimana negara menempatkan buruh dalam ekosistem ketenagakerjaan sesuai mandat Undang-Undang Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja. Kenaikan UMP bukan hanya persentase di atas kertas, tetapi gambaran tentang sejauh mana negara mengakui nilai sebuah tenaga, peluh, dan produktivitas. Buruh menuntut agar formula pengupahan tidak dikuasai logika efisiensi semata, melainkan keadilan yang menempatkan manusia sebagai subjek kerja, bukan objek ekonomi.

Di sisi lain, Jakarta sebagai ibu kota menghadapi tantangan klasik: bagaimana menjaga ketertiban tanpa mematikan kebebasan, bagaimana menjamin laju kota tanpa merusak ruang demokrasi yang sah. Demonstrasi menjadi cermin: ketika ribuan orang turun ke jalan, kota diuji—dan di sanalah kualitas penyelenggaraan negara sesungguhnya tampak.

Ruslan menutup keterangannya dengan ajakan sederhana namun penting.
Warga bisa mencari jalan alternatif lainnya selama unjuk rasa berjalan,” ujarnya, seolah mengingatkan bahwa kota ini milik semua—yang berdemo, yang bekerja, yang sekadar melintas.

Kota Jakarta, pada hari itu, kembali menunjukkan bahwa demokrasi memang ramai, kadang semrawut, namun tetap perlu ruang agar bangsa dapat terus belajar mendengarkan dirinya sendiri.

Example 300250