Menjelang 1 Desember, Polres Mappi menurunkan 200 personel dalam patroli skala besar. Namun yang dijaga bukan hanya jalanan—melainkan ketenangan batin sebuah kabupaten yang selalu berhadapan dengan bayang-bayang provokasi.
MAPPI |LINTASTIMOR.ID) -Kota Kepi, Minggu (30/11/2025). Matahari belum terlalu tinggi ketika deru motor dinas dan langkah pasukan mulai menyusuri jalanan. Sebanyak 200 personel Polres Mappi, di bawah komando Kapolres Mappi Kompol Suparmin, S.IP., M.H, bergerak dalam satu irama: memastikan Mappi tetap aman menjelang kalender kamtibmas 1 Desember dan menyongsong Natal–Tahun Baru 2026.
Operasi ini bukan sekadar patroli, melainkan pesan simbolik bahwa negara hadir, berjaga, dan menjaga. Di sejumlah titik rawan, aparat memperketat pengawasan terhadap aktivitas kelompok simpatisan yang dianggap berpotensi memicu instabilitas.
Kapolres Suparmin berbicara dengan nada tenang—sebuah tenang yang ingin ia tularkan ke seluruh masyarakat:
“Kami memperketat pengawasan di titik-titik rawan untuk mencegah munculnya gangguan. Ketenangan masyarakat adalah prioritas kami.”
Di balik barisan personel yang berkeliling kota, ada kesadaran bahwa Mappi bukan hanya wilayah administratif; ia adalah rumah bagi ribuan orang yang ingin merayakan akhir tahun tanpa rasa was-was.
Patroli itu kemudian melebar ke Taman Kota Kepi, di mana aparat melakukan razia senjata tajam. Beberapa bilah parang dan benda berbahaya lainnya diamankan—upaya kecil, namun berarti, untuk mencegah kekerasan lahir dari peluang sekecil apa pun.
Suparmin kembali mengingatkan masyarakat:
“Jangan mudah percaya isu provokatif, baik yang disebarkan lewat media sosial maupun pesan WhatsApp. Tujuan mereka hanya satu: membuat situasi tidak kondusif.”
Menjaga Damai di Tanah yang Selalu Diuji
Setiap tahun, 1 Desember menjadi titik sensitif. Di satu sisi ada harapan damai, di sisi lain ada narasi yang terus direproduksi oleh pihak yang ingin mengaburkan batas antara aspirasi dan provokasi.
Mappi, seperti banyak kabupaten di selatan Papua, berdiri di persimpangan antara identitas budaya, dinamika politik, dan kehidupan masyarakat yang menginginkan ketenteraman. Ketika aparat turun ke jalan, mereka bukan hanya menghadapi ancaman fisik, tetapi juga perang informasi—isu liar yang bisa menyebar lebih cepat daripada langkah patroli.
Di sinilah tantangan terbesar:
Bagaimana menjaga keamanan tanpa membuat masyarakat merasa diawasi?
Bagaimana menciptakan ketenangan tanpa mematikan ruang dialog?
Bagaimana mencegah konflik tanpa melukai martabat?
Solusi: Membangun Ketahanan Sosial di Mappi
Patroli adalah langkah cepat, tetapi bukan jawaban akhir. Ada beberapa langkah yang dapat memperkuat ketahanan sosial:
- Edukasi Literasi Digital
Masyarakat perlu memahami cara mengenali hoaks, provokasi, dan propaganda yang memanfaatkan sentimen lokal. - Ruang Dialog Kultural
Mendekatkan aparat dengan tokoh adat, tokoh agama, dan pemuda untuk menciptakan jembatan komunikasi yang sehat. - Patroli Humanis
Hadir tanpa mendominasi, tegas tanpa menakut-nakuti. Sentuhan humanis memperkuat kepercayaan masyarakat. - Pengawasan Terpadu Nataru
Momentum perayaan akhir tahun dapat menjadi ruang meningkatkan persatuan melalui kegiatan budaya dan keagamaan. - Peta Kerawanan Berbasis Komunitas
Informasi dari masyarakat sering lebih akurat daripada laporan resmi. Memberdayakan mereka adalah langkah strategis.
Malam nanti, ketika lampu-lampu kota Kepi menyala dan masyarakat bersiap menyambut Desember, barangkali sebagian masih merasakan kecemasan kecil yang menempel seperti embun. Tapi setidaknya, ada dua ratus langkah yang berjaga, berkeliling, dan meyakinkan bahwa keamanan bukanlah sesuatu yang dibiarkan berjalan sendiri.
Dan pada akhirnya, menjaga ketenangan di Mappi bukan hanya tugas aparat—namun tugas bersama untuk merawat kedamaian di tanah yang sudah cukup sering diuji, tetapi selalu memilih untuk bertahan.
















