Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
Kabupaten MimikaNasionalPeristiwaPolkam

Di SP5, Negara Didengar dari Pinggir: Reses Abrian Katagame dan Jeritan Sunyi Umpliga

74
×

Di SP5, Negara Didengar dari Pinggir: Reses Abrian Katagame dan Jeritan Sunyi Umpliga

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

MIMIKA | LINTASTIMOR.ID|
Di bawah langit sore SP5 yang teduh, suara-suara dari pedalaman perlahan menemukan ruangnya. Bukan teriak, bukan amarah—melainkan harapan yang lama tertahan. Dari bangku-bangku sederhana, warga Kampung Umpliga, Distrik Jila, menyampaikan kisah hidup yang selama ini berjalan jauh dari pusat perhatian negara.

Sabtu (13/12/2025), Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Mimika, Abrian Katagame, menjejakkan kaki dalam Reses Tahap III bukan sekadar sebagai wakil rakyat, melainkan sebagai pendengar. SP5 hari itu menjelma ruang dialog—tempat aspirasi bertemu keberanian untuk disampaikan.

Example 300x600

“Reses bukan rutinitas politik, tetapi kesempatan mendengar denyut kehidupan masyarakat yang selama ini berjalan di pinggiran pelayanan,” ujar Abrian dengan nada tenang namun tegas.

Pedalaman yang Datang ke Kota, Membawa Masalah yang Sama

Warga Umpliga yang kini bermukim di SP5 bukan berpindah karena pilihan, melainkan karena keterbatasan. Mereka membawa serta persoalan klasik yang tak kunjung usai: rumah layak huni, fasilitas kesehatan, jembatan penghubung, hingga tuntutan pemekaran kampung dan distrik.

Bagi mereka, pemekaran bukan sekadar peta baru di meja birokrasi, melainkan jalan menuju akses: akses layanan, akses anggaran, akses kehadiran negara.

“Pemekaran kampung dan distrik adalah pintu keadilan administratif. Tanpa itu, pelayanan akan selalu tertinggal satu langkah,” tegas Abrian Katagame.

Dalam bahasa politik yang jujur, ia mengakui bahwa wilayah pedalaman Mimika terlalu lama hidup dalam jeda pembangunan—seakan menunggu giliran yang tak kunjung tiba.

Politik yang Menyentuh, Bukan Menjanjikan

Reses ini tidak dipenuhi janji bombastis. Abrian memilih mencatat, mendengar, dan menyampaikan komitmen untuk memperjuangkan aspirasi melalui mekanisme DPRK, baik dalam pembahasan anggaran maupun koordinasi lintas pemerintah daerah.

Infrastruktur dasar—terutama sarana kesehatan dan perumahan layak—menjadi sorotan utama. Sebab, tanpa tubuh yang sehat dan tempat tinggal yang manusiawi, pembangunan hanya tinggal wacana.

“Kami ingin masyarakat pedalaman benar-benar merasakan kehadiran negara, bukan sekadar mendengarnya dalam pidato,” ungkapnya lirih namun bermakna.

Natal, Politik Empati, dan Sebungkus Harapan

Menjelang akhir reses, suasana berubah hangat. Dalam semangat Natal, Abrian Katagame menyerahkan kado Natal berupa sembako dan uang tunai kepada Gereja—sebuah gestur kecil yang sarat makna simbolik.

Bukan soal nilai, melainkan pesan: bahwa politik juga bisa hadir dalam wajah empati, bukan sekadar regulasi.

Di SP5 hari itu, reses bukan hanya agenda legislasi. Ia menjelma ritus politik yang manusiawi—tempat negara belajar mendengar dari pinggir, dan wakil rakyat menundukkan kepala pada suara yang lama terabaikan.

Dan dari Umpliga, harapan kembali dititipkan—pelan, namun penuh keyakinan—agar suatu hari, jarak antara pusat dan pedalaman tak lagi sejauh hari ini.

Example 300250