Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
Hukum & KriminalNasionalPeristiwaPolkam

Di Balik Tuntutan Militer: 9 Tahun untuk Dua Perwira, 6 Tahun untuk Lima Belas Prajurit

52
×

Di Balik Tuntutan Militer: 9 Tahun untuk Dua Perwira, 6 Tahun untuk Lima Belas Prajurit

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

KUPANG |LINTASTIMOR.ID)-Kupang kembali hening, tetapi ruang sidang Pengadilan Militer III-15 justru menggema oleh pembacaan tuntutan. “Kami berharap putusan akhir benar-benar menghadirkan rasa keadilan bagi keluarga almarhum,” ujar Advokat Rikha Permatasari.

Ketika Hukum Berbaris dalam Senyap Garnisun

Rabu 10 Desember 2025 di Dilmil Kupang, hari terasa panjang bagi keluarga Prada Lucky Chepril Saputra Namo. Di barisan kursi pengunjung, seorang ibu mengusap sudut matanya, seorang ayah menatap lantai marmer tanpa suara. Keadilan militer hari itu berdiri di podium: formal, berjenjang, seragam, tanpa ekspresi.

Example 300x600

Pembacaan tuntutan dimulai pukul 10.00 Wita. Nama demi nama, pangkat demi pangkat, dibacakan: 17 prajurit, 17 peran, 17 konsekuensi hukum. Dua perwira pertama dan terakhir dipisahkan oleh tuntutan maksimal: 9 tahun penjara serta pemberhentian tidak hormat dari dinas militer. Sementara lima belas lainnya dituntut 6 tahun penjara plus pemecatan.

Di antara daftar yang padat itu, tuntutan restitusi ikut berdiri: Rp 544.625.070 total kerugian, Rp 32.000.000 dibagi setara kepada masing-masing terdakwa.

Ruang sidang diam. Fakta hukum telah dibacakan, tetapi duka keluarga tidak pernah dibagi rata. Pidana boleh dihitung tahun, tetapi kehilangan tak pernah bisa diukur kalender.

Analitik Hukum – Ketika KUHAP Militer Menyentuh Batas Nurani

Hukum pidana militer memiliki watak sendiri: hierarkis, utama, dan disipliner. Pasal-pasalnya tidak sekadar mempidana, tetapi menjaga wibawa organisasi bersenjata. Pembacaan tuntutan maksimal terhadap dua terdakwa menjadi penanda serius bahwa institusi tak sedang main mata dengan pelanggaran internal.

Namun tetap ada pertanyaan yang mengendap di kursi kayu ruang sidang:

Apakah 9 tahun dan 6 tahun benar-benar sepadan bagi hilangnya satu nyawa prajurit—di tangan sesama prajurit?

Hukum acara militer membolehkan hukuman disiplin, pidana tambahan, bahkan pemecatan untuk mengembalikan marwah. Tetapi marwah keadilan, pada akhirnya, tetap lahir dari rasa, bukan sekadar teks pasal.

– Tentang Negara, Tentara, dan Keadilan

Di tubuh militer, kesalahan tidak hanya menjadi beban individu, tetapi beban institusi. Tuntutan maksimal terhadap perwira dalam daftar 17 terdakwa memberi sinyal bahwa jabatan tak memberi privilese.

Namun keluarga korban tentu menyimpan tafsir sendiri. Bagi mereka, yang hadir bukan sekadar lembar tuntutan, tetapi kehilangan seumur hidup: seorang anak, seorang prajurit, seorang nama yang kini hanya tinggal nama.

Dalam sunyi sidang, kutipan Rikha terdengar pelan tetapi menetap:

“Kami memberikan penghargaan kepada Oditur Militer atas tuntutan maksimal yang objektif. Namun kami tetap berharap putusan akhir benar-benar menyentuh rasa keadilan keluarga.”

Di titik inilah hukum dan kemanusiaan bertemu: ketika putusan tak hanya mematuhi pasal, tetapi juga memeluk luka.

Apakah Tuntutan Pantas?

Secara formil, tuntutan maksimal + pecat + restitusi adalah kombinasi tertinggi yang jarang dibacakan dalam perkara disipliner militer berskala internal.

Namun secara moral, keluarga masih menunggu jawaban yang tak diucapkan hakim: apakah 9 tahun cukup, apakah 6 tahun memadai, apakah pemecatan menutup luka, atau sekadar membungkamnya?

Pada akhirnya, sejarah internal militer tidak menilai angka, tetapi dampak:

  • Apakah prajurit lain belajar sesuatu,
  • Apakah rantai komando kini lebih tegas,
  • Apakah nyawa sesama tak lagi menjadi latihan kekerasan?

Di Antara Vonis dan Duka

Ruangan pengadilan akan kembali dibuka, sidang akan kembali dilanjutkan, hakim akan membaca putusan.

Tetapi hari ini, bagi keluarga Namo, bukan sekadar proses hukum. Ini adalah upacara perpisahan yang tidak selesai dalam satu upacara militer.

Hukum telah bekerja, jaksa telah menuntut, kuasa hukum telah bicara.

Yang belum selesai adalah rasa: rasa kehilangan, rasa menunggu, rasa berharap keadilan benar-benar bernyawa.

Keluarga Alm. Prada Lucky Namo
Serma Chrestian Namo Namo
Eppy Mirpey

Example 300250