Di Halilulik, pagi itu cahaya bukan hanya datang dari matahari—tetapi dari harapan yang ingin melihat kembali dunia dengan terang yang utuh.
ATAMBUA |LINTASTIMOR.ID)-Rumah Sakit Katolik Marianum Halilulik menjadi saksi sebuah peristiwa yang lebih besar dari sekadar kegiatan medis. Jumat (12/12/2025), lorong-lorongnya dipenuhi wajah-wajah yang membawa doa, langkah-langkah yang menyimpan harapan. Di tempat inilah Wakil Bupati Belu, Vicente Hornai Gonsalves, ST, resmi membuka kegiatan Bakti Sosial Operasi Katarak Gratis—sebuah program Kementerian Sosial RI yang menggandeng Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pemerintah Kabupaten Belu, RS Katolik Marianum Halilulik, ERHA, dan Himpunan Bersatu Teguh.
Program ini bukan sekadar agenda kesehatan, tetapi sebuah upaya memulihkan martabat, menghadirkan kembali cahaya bagi mereka yang perlahan kehilangan kemampuan melihat dunia.
Di Belu, di wilayah perbatasan, pelayanan kesehatan semacam ini sering kali mengalir bukan hanya sebagai program, tetapi sebagai penyembuh luka sosial.
Wakil Bupati Vicente Hornai berdiri di hadapan para peserta dan tamu undangan—nada suaranya tegas namun hangat, seperti ingin memastikan bahwa pemerintah tidak hadir setengah hati.
“Kegiatan ini adalah wujud kepedulian bersama. Kita hadir untuk membantu mereka yang membutuhkan agar bisa kembali melihat dunia dengan terang,” ujarnya dalam sambutan yang disambut hangat para peserta.
Hadir pula Direktur Lansia Kementerian Sosial, tim Himpunan Bersatu Teguh, tim ERHA, para dokter spesialis mata serta tenaga medis dari Jakarta, Tim Centra Efata Kupang, pimpinan OPD Kabupaten Belu, Camat Tasifeto Barat, Direktur RS Katolik Marianum Halilulik, Penjabat Kepala Desa Naitimu dan Desa Persiapan Welaka, para suster, Tim Provinsi SSPS Timor, serta masyarakat dari Kabupaten Belu, Malaka, TTU, TTS, hingga Alor.
Kehadiran mereka menjadikan kegiatan ini bukan hanya milik Kabupaten Belu, melainkan gerakan bersama lintas wilayah yang berpijak pada nilai solidaritas. Di balik meja registrasi, kursi tunggu, dan peralatan operasi, tampak kerja kolaborasi yang tenang namun pasti—kerja yang hanya punya satu tujuan: mengembalikan cahaya.
Sementara para peserta menunggu giliran, ada senyum-senyum kecil yang muncul—sebuah bentuk kegembiraan yang sederhana: harapan untuk kembali melihat wajah anak, cucu, atau sekadar warna langit sore dengan jelas.
Kegiatan ini mengingatkan kita bahwa pelayanan kesehatan bukan hanya soal teknologi dan keahlian medis, tetapi juga soal kehadiran dan keberpihakan. Bahwa negara, dalam bentuk paling konkret, bisa muncul dalam tindakan kecil tetapi berdampak luas—membawa terang ke mata yang telah terlalu lama digelapkan kabut katarak.
Di Halilulik, hari itu, cahaya tidak hanya menyinari, tetapi juga disyukuri. Karena lewat operasi sederhana yang membuka kembali lensa penglihatan, terbukalah pula pintu-pintu baru bagi hidup yang lebih bermartabat.
















