JAKARTA |LINTASTIMOR.ID)-
Di setiap panggung yang ia datangi, Piche Kota selalu tampak seperti lelaki yang sedang pulang ke dirinya sendiri—tenang, hangat, dan membawa sepotong bunga yang belum sempat layu. Desember 2025 menjadi bulan ketika langkahnya kembali menoreh jejak, bukan hanya pada panggung-panggung besar, tetapi juga pada hati para penggemarnya yang terus menua bersama lagu-lagunya.
Ada sesuatu yang berbeda dari cara Piche Kota memandang dunia. Seolah ia menjadikan setiap perjalanan sebagai ruang kecil untuk merenung, dan setiap penonton sebagai lembar buku yang ia baca dengan lembut. Pada jadwal tur Desembernya, hal itu semakin terasa—Piche bukan sekadar berpindah kota, tetapi berpindah dari satu cerita menuju cerita lainnya.
“Musik itu bukan tentang suara saya,” ujarnya dalam satu kesempatan, “tapi tentang memori yang diselamatkan oleh setiap nada.”
Kata-kata itu kemudian menjelma menjadi napas dalam setiap penampilannya bulan ini.
5 Desember — Manado
Malam Natal di Manado mengawali Desember Piche Kota. Sebuah private event yang terasa lebih intim daripada sebuah konser. Di kota yang dikenal ramah dan penuh cahaya, Piche tampil dengan formasi sederhana. Ruang kecil itu dipenuhi senyuman, juga tepuk tangan yang seperti doa.
Manado menjadi pintu pembuka, seakan mengingatkan bahwa perjalanan panjang pun harus dimulai dari perayaan yang paling sunyi.
6 Desember — Jakarta (Rising Night With Piche Kota)
Di Jakarta, Piche seperti kembali ke pusat gravitasi semestanya. Kota ini sudah lama menjadi saksi bagaimana ia tumbuh dari “penglaris café” menjadi penyanyi yang menghidupkan panggung dengan gaya khasnya.
Di Mkg La Piazza, ratusan penggemarnya menunggu. Seseorang dari barisan depan berteriak, “Piche, terima kasih sudah menemani masa sulitku!”
Piche tersenyum, menunduk, lalu berkata pelan:
“Kadang, kita hanya butuh satu lagu untuk merasa hidup kembali.”
Jakarta malam itu menjadi bukti bahwa musiknya tidak hanya menghibur—ia menyembuhkan.
7 Desember — Cibitung (Dahsyatnya Meet & Greet)
Cibitung memberikan energi yang berbeda. Bukan panggung besar, melainkan sebuah ruang perjumpaan. Para penggemar datang bukan hanya untuk mendengar lagu, tetapi untuk melihat dari dekat sosok yang lebarnya tidak hanya di layar televisi.
Piche berbincang, bercanda, bahkan memeluk beberapa penggemar yang datang dari jauh.
“Setiap dari kalian adalah bagian kecil dari perjalanan saya,” tuturnya, penuh syukur.
Dalam dunia hiburan yang serba cepat, momen seperti itu terasa seperti jeda: manusia bertemu manusia, bukan idola dan penonton.
9 Desember — Jakarta (Christmas Celebration, MNC Group – Tapping)
Di MNC Group, Piche kembali menjadi bagian dari perayaan besar. Gemerlap lampu studio, suara kru yang hilir mudik, dan kamera yang tak pernah tidur—semua itu sudah akrab baginya. Namun, Piche tetap membawa kelembutan yang sama seperti saat ia tampil di café bertahun-tahun lalu.
Natal kali ini bukan sekadar acara televisi; ia menjadi ruang bagi Piche untuk mengingatkan bahwa musik bisa menjadi hadiah paling sunyi namun paling menyentuh.
10–12 Desember — Bandung (JournY of Stars)
Bandung menjadi penutup perjalanan Desember, sekaligus pemungkas kisah yang sudah dimulai sejak awal tahun. Kota itu menyambutnya dengan udara dingin, tetapi para penggemar membuatnya tetap hangat.
Di panggung Journey of Stars, Piche berdiri tegak dengan senyum yang tak pernah hilang. Lagu-lagu dibawakan seperti cerita yang dibaca ulang: penuh nostalgia, namun tetap segar.
“Saya selalu merasa pulang saat berada di antara kalian,” katanya.
Dan penonton menjawab dengan tepuk tangan panjang yang tidak ingin ia sudahi.
Desember ini bukan hanya rangkaian jadwal bagi Piche Kota. Ia seperti perjalanan batin yang dikisahkan melalui kota, panggung, dan pertemuan. Ia membawa bunga di tangan seperti simbol bahwa seni selalu punya cara untuk tumbuh, bahkan dalam musim paling sibuk sekalipun.
Piche Kota berjalan bukan untuk mengejar popularitas, tetapi untuk merawat hubungan—antara dirinya, musik, dan mereka yang mempercayainya.
Pada akhirnya, Desember 2025 menjadi bukti bahwa seorang penyanyi tidak hanya hidup dari suara, tetapi dari hati yang ia sentuh.
Dan Piche, seperti biasa, menyentuhnya dengan lembut.
















