Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
InternasionalNasionalPolkam

Dari Layar Zoom ke Asia Tengah: Ketika Masa Depan Pekerja Migran Indonesia Dipetakan dengan Martabat

70
×

Dari Layar Zoom ke Asia Tengah: Ketika Masa Depan Pekerja Migran Indonesia Dipetakan dengan Martabat

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

JAKARTA |LINTASTIMOR.ID]-Di balik layar Zoom yang menyala, diplomasi hari itu tak sekadar bertukar kata. Ia sedang menata harapan. Dalam sebuah pertemuan virtual, Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Christina Aryani, duduk satu meja digital bersama Duta Besar Republik Indonesia untuk Uzbekistan dan Kirgistan, H.E. Siti Ruhaini Dzuhayatin, serta jajaran KBRI Tashkent. Pertemuan itu menjadi ruang hening tempat peluang dirumuskan—bukan sekadar untuk hari ini, tetapi untuk masa depan ribuan pekerja migran Indonesia.

Asia Tengah, wilayah yang dahulu kerap luput dari peta migrasi Indonesia, kini tampil sebagai kawasan dengan denyut pertumbuhan baru. Christina Aryani melihatnya bukan dengan kacamata statistik semata, melainkan dengan intuisi kebijakan dan rasa tanggung jawab negara.

“Asia Tengah merupakan kawasan yang tengah berkembang, dengan kelas menengah yang terus meningkat,” tutur Christina Aryani.
“Pertumbuhan itu membawa konsekuensi logis: sektor pendidikan dan hospitality ikut bertumbuh.”

Example 300x600

Pernyataan itu terdengar tenang, namun di baliknya tersimpan peluang besar. Uzbekistan dan Kirgistan bukan lagi sekadar nama di peta geopolitik, melainkan ruang kerja baru yang menjanjikan—asal dipersiapkan dengan benar.

Pertemuan tersebut menghasilkan satu kesepakatan penting: pemetaan peluang secara lebih detail dan terukur. Tidak ada euforia kosong. Negara hadir dengan pendekatan rasional—membaca kebutuhan, mencocokkan kompetensi, dan memastikan perlindungan.

“Kami sepakat memetakan secara lebih detail, termasuk kompetensi dan sertifikasi yang diperlukan,” ujar Aryani, menegaskan bahwa migrasi tenaga kerja tidak boleh lagi berbasis coba-coba.

Dari diskusi itu, sejumlah profesi mencuat sebagai sektor yang dinilai paling menjanjikan. Dunia pendidikan internasional menjadi salah satu pintu utama—khususnya guru dengan sistem Cambridge dan International Baccalaureate (IB). Selain itu, sektor hospitality dan layanan jasa tampil sebagai ladang kerja yang luas: barista, chef, wellness therapist, hingga tenaga profesional perhotelan.

Pilihan sektor ini bukan kebetulan. Ia lahir dari pertemuan antara kebutuhan pasar Asia Tengah dan potensi tenaga kerja Indonesia—yang dikenal adaptif, ramah, dan terampil.

Di sinilah diplomasi bekerja dalam wujud paling manusiawi: bukan hanya menjaga hubungan antarnegara, tetapi membuka jalan hidup yang lebih bermartabat bagi warga negaranya. Christina Aryani dan jajaran KBRI Tashkent memahami betul bahwa pekerja migran bukan angka statistik, melainkan wajah-wajah keluarga yang menggantungkan masa depan pada kebijakan negara.

Zoom meeting itu pun berakhir. Layar mungkin tertutup, tetapi peta peluang telah terbentang. Dari ruang virtual, Indonesia menegaskan satu pesan: pekerja migran harus berangkat dengan kompetensi, sertifikasi, dan harga diri—bukan sekadar kebutuhan ekonomi.

Asia Tengah kini bukan lagi wilayah jauh. Ia telah menjadi bagian dari narasi baru migrasi Indonesia: migrasi yang terencana, terlindungi, dan berorientasi pada kualitas manusia.


 

Example 300250
Penulis: Agust BobeEditor: Agustinus Bobe