Di balik gemerlap tambang emas raksasa dunia, cinta-cinta sederhana para karyawan Papua akhirnya menemukan pengesahan dan kedamaian di bawah atap yang sah—disaksikan langit Timika dan restu negara.
TIMIKA, |LINTASTIMOR.ID|— Suasana Hall Room Hotel Swiss-Belhotel Timika pada Jumat (31/10/2025) sore itu berbeda. Di tengah harum bunga dan kain adat yang menari di antara kursi tamu, 25 pasangan suami istri karyawan PT Freeport Indonesia (PTFI) berdiri berdampingan. Wajah-wajah mereka bersinar, bukan karena emas, tetapi karena janji suci yang kini beroleh kepastian hukum.
Program nikah massal ini merupakan kolaborasi antara PTFI dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Mimika, bagian dari Marital Program yang telah dijalankan sejak tahun 2009. Hingga kini, lebih dari 200 pasangan telah mendapatkan keabsahan pernikahan mereka.
“Program ini menyasar karyawan Papua, baik dari PTFI maupun kontraktor, yang sudah menikah secara adat atau agama, tapi belum memiliki dokumen resmi dari pemerintah,” ujar Nathan Kum, SVP Community Development PTFI, dalam sambutannya.
“Dengan adanya sertifikat pernikahan, mereka lebih mudah mengakses hak-hak seperti BPJS, dana pensiun, dan fasilitas perusahaan lainnya,” lanjutnya dengan nada teduh.
Sebelum program ini ada, banyak pasangan harus menunda legalisasi pernikahan karena terkendala biaya atau administrasi. Ada yang telah hidup bersama belasan tahun tanpa akta nikah, menanggung canggung di antara hukum adat dan hukum negara. Kini, dengan bantuan PTFI dan Disdukcapil, mereka akhirnya dapat menyatukan dua dunia itu: cinta dan kepastian hukum.
“Kerja sama ini bukan sekadar administratif. Ini adalah bentuk kasih dan tanggung jawab sosial terhadap karyawan kami, terutama Orang Asli Papua, agar mereka mendapat hak yang sama seperti warga lain di negeri ini,” tambah Nathan.
Sekretaris Disdukcapil Mimika, Damaris Tappi, yang turut hadir, memuji inisiatif tersebut.
“Dokumen kependudukan adalah hak setiap warga negara. Dengan memiliki akta nikah, keberadaan keluarga mereka diakui oleh negara dan perusahaan. Itu berarti istri dan anak-anak mereka mendapat perlindungan yang pasti,” ujar Damaris.
Ia juga menyinggung langkah-langkah Disdukcapil Mimika dalam mendekatkan layanan kepada masyarakat, termasuk penempatan petugas di Rumah Sakit Karita untuk mengurus dokumen bayi yang baru lahir. “Kami ingin setiap kehidupan baru yang lahir di tanah ini langsung tercatat dengan benar,” tambahnya.
Salah satu pasangan peserta, Bapak Yonas Nawipa (nama disamarkan), tak dapat menyembunyikan haru.
“Saya dan istri sudah lama ingin meresmikan pernikahan kami, tapi selalu terkendala biaya dan waktu. Hari ini kami resmi, dan hati kami tenang. Terima kasih untuk PTFI dan Disdukcapil yang telah bantu kami,” ucapnya dengan mata berkaca.
Di ujung acara, para pasangan berfoto dengan senyum yang sama indahnya dengan cincin sederhana di jari mereka. Di hadapan saksi-saksi, doa pun dinaikkan:
“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”
(Kejadian 2:24)
Ayat itu menggema pelan di ruangan. Sebuah penegasan bahwa cinta sejati tak hanya butuh rasa, tetapi juga restu dan keabsahan.
Dan di bawah langit Timika yang perlahan memerah senja, cinta-cinta para karyawan Papua kini berdiri tegak—resmi, diakui, dan diberkati.



 
							












