Di ujung barat Mimika, tombol kecil ditekan, cahaya menembus malam dan air gunung mengalir deras ke penampungan warga. Momen sederhana itu menjadi saksi, mimpi panjang masyarakat Potowayburu akhirnya menyala.
MIMIKA, [LINTASTIMOR.ID] — Suasana haru bercampur sukacita menyelimuti warga Potowayburu, Distrik Mimika Barat Jauh, Sabtu (1/11). Ketika Bupati Mimika, Johannes Rettob, didampingi Wakil Bupati Emanuel Kemong, menekan tombol tanda listrik resmi menyala, sorak bahagia warga pun pecah di udara yang lembab oleh embun gunung dan air mata gembira.
Setibanya di lapangan terbang Potowayburu, Bupati dan rombongan disambut dengan adat penuh makna—kalungan bunga, siraman kapur putih, dan tabuhan tifa yang menggetarkan dada. Lengkingan yel Kamoro mengiringi langkah mereka melewati palang kampung, menuju sebuah peristiwa yang kelak dikenang sebagai awal terang di tanah barat Mimika.
Ratusan warga dari empat kampung memadati lokasi. Mereka datang membawa doa dan rindu lama—rindu akan cahaya yang kini benar-benar hadir.
Kepala Distrik Mimika Barat Jauh, Everardus R. Kukuareyau, tak kuasa menyembunyikan rasa haru dalam sambutannya.
“Tanah ini menjadi berkat bagi orang Mimika Barat Jauh. Terima kasih untuk bapa berdua yang sudah datang. Sekarang air sudah mengalir, listrik sudah menyala. Kami doakan tanah Inaka ini terus bersinar,” ujarnya penuh syukur.
Dalam kesempatan itu, Bupati Johannes Rettob menegaskan kunjungannya bukan sekadar seremoni, tetapi wujud nyata dari komitmen pemerintah untuk menghadirkan pembangunan hingga ke pelosok Mimika.
“Program tahun 2026, kami akan usahakan semua kampung bisa kami kunjungi. Kami datang untuk mendengar langsung suara masyarakat. Listrik sudah menyala, dijaga baik-baik, karena ini milik kita semua,” tegas Bupati.
Ia juga menambahkan bahwa persoalan air bersih yang kadang tersendat akan segera ditindaklanjuti oleh instansi terkait.
“Kalau mati lampu, segera lapor ke kepala distrik. Kita ingin semua berjalan baik, karena ini hasil kerja dan harapan bersama,” pesannya hangat.
Kini, deru genset yang dulu menjadi musik malam warga berganti dengan cahaya lampu yang menembus gelap. Air gunung mengalir jernih ke penampungan rumah-rumah kecil di lembah Potowayburu.
Cahaya dan air itu bukan sekadar fasilitas, melainkan simbol: bahwa pembangunan telah tiba, bahwa harapan di tanah Inaka akhirnya benar-benar menyala.
















