Di jantung perbatasan timur Indonesia, geliat ekonomi rakyat terus mencari bentuk terbaiknya. Dari lapak-lapak sederhana hingga visi pasar modern, Kabupaten Belu tengah menata ulang denyut perdagangannya—bukan sekadar untuk menata kios, melainkan menata masa depan.
ATAMBUA – (LINTASTIMOR.ID)
Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur, perbatasan RI- Timor Leste, memiliki 19 pasar yang tersebar di 12 kecamatan. Dari jumlah itu, 15 pasar masih aktif beroperasi, sementara 4 lainnya tidak lagi berfungsi. Kondisi ini menjadi sorotan serius Pemerintah Kabupaten Belu yang kini menempatkan sektor perdagangan sebagai salah satu sumber potensial Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) Kabupaten Belu, Frans Asten, menegaskan pentingnya perhatian khusus terhadap pengelolaan pasar-pasar tersebut.
“Jika dikelola dengan baik, sektor pasar bisa menjadi salah satu outsourcing besar bagi pembangunan wilayah perbatasan ini,” ujar Frans kepada Belu Pos, Selasa (21/10/2025).
Menurutnya, Belu tidak boleh terus berada di posisi tertinggal. Pasar sebagai pusat siklus transaksi ekonomi rakyat harus dipoles menjadi instrumen pembangunan yang kuat.
“Kita harus berani berubah. Pasar bukan sekadar tempat jual beli, tapi harus jadi sentral pelayanan modern bagi sembilan bahan pokok,” tegasnya.
Visi Modernisasi dari Batas Negeri
Pemerintah Kabupaten Belu di bawah kepemimpinan Bupati Belu Willybrodus Lay dan Wakil Bupati Vicente Hornai Gonsalves, ST didorong agar lebih berani melangkah dalam memodernisasi sarana dan prasarana pasar. Asten menyebut, modernisasi tidak hanya tentang fisik bangunan, tapi juga sistem pengelolaan yang transparan, efisien, dan berbasis teknologi.
Belu yang berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste dinilai memiliki posisi strategis sebagai etalase ekonomi perbatasan NKRI. Dengan visi pembangunan jangka menengah lima tahun ke depan, sektor pasar diharapkan menjadi poros baru pertumbuhan ekonomi lokal.
“Kita ingin pasar di Belu tidak lagi sekadar tradisional. Modernisasi pasar adalah simbol keberanian daerah ini menatap masa depan,” tambah Frans Asten.
Dari Pasar Harian ke Pusat Ekonomi Rakyat
Dari pengamatan lapangan, sebagian besar pasar di Belu beroperasi setiap hari. Aktivitas itu menggambarkan tingginya perputaran ekonomi rakyat, namun juga menunjukkan kebutuhan mendesak terhadap pengelolaan yang lebih profesional. Fasilitas sanitasi, keamanan, dan sistem pembayaran digital masih menjadi pekerjaan rumah besar.
Melalui kemitraan antara pemerintah daerah dan pihak swasta, Belu diharapkan mampu memperkuat rencana strategis (Renstra) pembangunan ekonomi lima tahun ke depan. Langkah ini juga menjadi bagian dari strategi untuk menjadikan Belu sebagai kota perbatasan yang maju dan berdaya saing regional.
“Belu harus menjadi wajah perbatasan yang membanggakan, bukan sekadar daerah transit. Modernisasi pasar adalah simbol kebangkitan ekonomi rakyat,” pungkas Asten penuh optimisme.
















