Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
BeritaNasionalPolkam

Belu Membaca Masa Depan Lewat Riset dan Suara Desa

674
×

Belu Membaca Masa Depan Lewat Riset dan Suara Desa

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

ATAMBUA |LINTASTIMOR.ID— Di Gedung Wanita Betelalenok, Kamis (27/1/2025), pagi yang hangat berubah menjadi ruang renungan ketika Bupati Belu, Willybrodus Lay, SH, secara resmi membuka Lokakarya Penyampaian Hasil Penelitian dan Temuan Lapangan Tim Ekspedisi Patriot IPB Bogor. Acara ini seperti pertemuan panjang antara data, harapan, dan tanah perbatasan yang terus meminta diperhatikan.

“Hadirnya Tim Ekspedisi Patriot bukan sekadar laporan, tetapi ruang dialog untuk membangun visi bersama,”
Bupati Belu, Willybrodus Lay,S.H.

Example 300x600

Riset yang Menyisir 23 Desa, Menyentuh Nadi Perbatasan

Tim Ekspedisi Patriot — dipimpin Prof. Dr. Edi Santosa, S.P., M.Si, bersama Dr. Feryanto dan Dr. Suprehatin — telah tiga bulan lebih menyelami 23 desa di kawasan Trans Tasifeto–Mandeu.
Mereka mencatat persediaan air, memeriksa kontur tanah, mendengar suara petani, mengukur potensi ekonomi, dan membaca isyarat perubahan dari desa-desa yang selama ini berada jauh dari hiruk pikuk kota.

Lokakarya ini menjadi puncak dari perjalanan panjang itu.
Para camat, kepala desa, lembaga adat, pimpinan OPD, hingga kelompok tani hadir untuk mendengar apa yang ditemukan di lapangan—dan apa yang bisa diperbaiki.

Perbatasan yang Membutuhkan Pengetahuan

Dalam sambutannya, Bupati Willy Lay memberi penekanan: Belu sebagai wilayah perbatasan tidak mungkin dibangun tanpa riset ilmiah.
Ia melihat ekspedisi IPB bukan sekadar kegiatan akademik, melainkan “alat baca” yang memberi wajah nyata tentang tantangan dan peluang.

“Belu masuk dalam 45 kawasan prioritas pembangunan nasional. Kita harus menyiapkan data dan strategi yang akurat untuk membaca masa depan,”
Bupati Belu.

Di ruangan itu, kata-kata Bupati seperti mengetuk kesadaran bersama: pembangunan tidak bisa hanya mengandalkan intuisi — ia membutuhkan ilmu, data, dan keberanian membuat keputusan besar.

Air: Luka Lama yang Belum Sembuh

Dari rangkaian temuan, satu persoalan mencuat paling kuat: krisis air.
Bagi masyarakat Tasifeto–Mandeu, air bukan sekadar kebutuhan rumah tangga, tetapi penentu hidup matinya sektor pertanian.

Bupati menegaskan bahwa Bendungan Welikis adalah solusi kunci.

“DED-nya sudah ada. Tinggal dieksekusi.”

Dengan air yang memadai, kawasan sentra produksi pertanian dapat berfungsi.
Tanpa air, seluruh rencana pengembangan hanya menjadi sketsa di atas kertas.

Jalan, Pasar, dan Peluang MBG

Selain air, Bupati menyoroti persoalan akses jalan dari lahan produksi menuju pasar.
Menurutnya, program Makan Bergizi Gratis (MBG) membuka pasar raksasa untuk hasil pertanian Belu—sayur, buah, telur, ayam, dan komoditas lainnya.

Namun tanpa infrastruktur memadai, petani tetap terperangkap dalam lingkaran lama: produksi sulit, biaya tinggi, harga jatuh.

Kelembagaan: Koperasi sebagai Rumah Ekonomi

Dalam pembacaan jangka panjang, Bupati melihat Koperasi Merah Putih di desa/kelurahan sebagai instrumen penting ekonomi rakyat.
Koperasi adalah penyangga harga, pelindung petani dari tengkulak, sekaligus pintu masuk menuju skala bisnis yang lebih besar.

“Data ini bukan akhir, tetapi fondasi merumuskan kebijakan lintas sektor,”
Bupati Belu.

Sinergi Akademik–Pemerintah–Masyarakat

Dalam esai pembangunan nasional, relasi antara kampus dan pemerintah sering disebut timpang. Namun di Belu, kolaborasi ini justru menjadi cahaya.

IPB membawa metodologi, objektivitas, dan pembacaan ilmiah.
Pemerintah menyediakan kewenangan dan sumber daya.
Masyarakat menjadi penjaga budaya, lahan, dan keberlanjutan.

Tiga pilar itu bertemu dalam satu ruang di Betelalenok — dan lokakarya berubah menjadi percakapan panjang tentang masa depan.

Ucapan Terima Kasih yang Mengandung Pesan Emosional

Bupati Belu tidak lupa menyampaikan apresiasi kepada para menteri yang memfasilitasi riset ini, khususnya Menko Infrastruktur AHY dan Menteri Transmigrasi RI.

Setelah itu, ia menutup sambutannya dengan nada yang manusiawi:

“Anda semua adalah bagian dari Belu. Belu adalah sahabat dan saudara. Anda adalah saudara orang Belu.”

Kalimat yang terasa seperti selimut bagi para akademisi yang selama berbulan-bulan tinggal di desa-desa terpencil perbatasan.

Membangun Indonesia dari Serambi Timur

Sebelum mengakhiri acara, Bupati Willy Lay menyampaikan harapan besar:
kemitraan antara IPB Bogor dan Kabupaten Belu harus terus berjalan, sebab penelitian bukan hanya proyek, melainkan investasi jangka panjang bagi generasi berikutnya.

“Mari bersama membangun Indonesia. Bangun NTT dari Belu, Perbatasan RI–Timor Leste.”

Lokakarya itu pun berakhir dalam tepuk tangan, tetapi gema pesannya masih menggantung:
perbatasan tidak boleh lagi menjadi halaman belakang negeri, melainkan pintu depan masa depan.

Laporan Khusus – Lintastimor.id Suara dari Perbatasan untuk dunia

Example 300250