Scroll untuk baca artikel
Bupati  mimika
Example 728x250
BeritaHukum & KriminalNasionalOtomotifPeristiwaPolkamTeknologi

Bandara Tanpa Negara di Jantung Morowali

112
×

Bandara Tanpa Negara di Jantung Morowali

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Lintastimor.id – Suara dari Perbatasan untuk Dunia

MOROWALI |LINTASTIMOR.ID)— Ada yang lebih sunyi dari hutan nikel yang terus digerus di pesisir Sulawesi Tengah itu: sebuah bandara yang berdiri tegak, melayani langit Indonesia, namun nyaris tanpa kehadiran negara.

Ketika Negara Tidak Ditemukan di Landasan Sendiri

Kunjungan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin ke Morowali menyisakan tanya yang tak sederhana. Gubernur Sulteng, Anwar Hafid, menjadi orang pertama yang mengungkap keganjilan itu kepada publik—keganjilan yang seharusnya mustahil terjadi dalam republik yang memiliki hukum udara, kedaulatan ruang, dan aturan imigrasi.

Example 300x600

“Kan kalau biasanya bandara itu di mana-mana ada petugas—Imigrasi, Bea Cukai, Kemenhub. Nah ini sama sekali tidak,”
Anwar Hafid, Gubernur Sulteng

Bandara itu adalah IMIP Private Airport, fasilitas penerbangan yang seluruh operasionalnya dikelola oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Dari kru hingga teknis lapangan, seluruhnya swasta. Tanpa negara berdiri di dalamnya.

Anwar mengaku tidak pernah mendapat kepastian apakah bandara tersebut terbuka untuk publik atau hanya untuk pejabat internal perusahaan.

Yang jelas: negara absen.

Jejak Lama “Kebocoran Tambang” yang Tak Pernah Ditutup

Fenomena bandara tanpa otoritas bukanlah temuan yang muncul tiba-tiba.
Peneliti Indonesia Strategic and Defense Studies (ISDS), Edna Caroline, mengungkap bahwa persoalan ini telah berakar sejak lama.

“Ini bukan isu baru. Ini bagian dari kebocoran tambang yang sudah disorot sejak Pilpres 2014—ketika Pak Prabowo bicara ‘bocor, bocor, bocor’.”
Edna Caroline, ISDS

Menurut Edna, pada 2019—di era pemerintahan Joko Widodo—bandara IMIP sudah beroperasi dan menjadi titik yang sulit diakses otoritas negara.

Pernyataan Edna diperkuat oleh informasi strategis: Presiden Prabowo Subianto disebut telah memerintahkan TNI untuk menggelar latihan di daerah-daerah yang rawan aktivitas tambang ilegal, termasuk Bangka Belitung dan Morowali.

Namun kejutan terbesar muncul ketika Morowali diperiksa lebih jauh.

“4.000 hektare kawasan industri itu ternyata mereka punya bandara yang tidak ada otoritas Indonesia. Orang dan barang bisa keluar masuk tanpa diawasi. Tertutup. Bahkan aparat keamanan saja katanya tidak bisa masuk.”
Edna Caroline

Narasi itu mengunci satu pertanyaan paling mendasar:
di wilayah kedaulatan siapa bandara itu berdiri?

Sjafrie dan Keheningan yang Retak

Menkes TNI yang kini menjabat Menhan, Sjafrie Sjamsoeddin, bukan orang baru dalam persoalan keamanan nasional. Ketika ia menyoroti bandara IMIP, sorotan itu bukan sebatas “temuan lapangan”—melainkan sinyal.

Sinyal bahwa negara tidak boleh kalah oleh korporasi, sekalipun korporasi itu sebesar IMIP.

Edna menilai pernyataan Sjafrie adalah “kunci pembuka” untuk memeriksa kembali ruang-ruang abu-abu yang selama ini dibiarkan hidup di jantung industri nikel.

Dalam catatan panjang tata kelola tambang Indonesia, Morowali bukan sekadar kawasan industri; ia adalah cermin kontradiktif antara pertumbuhan ekonomi dan rapuhnya pengawasan negara.

Sebuah Pertanyaan untuk Republik

Jika benar bandara itu telah lama beroperasi tanpa Imigrasi, tanpa Bea Cukai, tanpa Kemenhub—maka persoalannya bukan lagi soal administrasi.
Ini menyentuh wilayah kedaulatan.

Siapa yang memeriksa keluar-masuknya pekerja asing?
Siapa yang mengawasi barang, logistik, atau peralatan industri strategis?
Siapa yang menjamin bahwa langit Morowali masih milik Indonesia?

Di titik ini, pertanyaan itu tidak lagi milik pejabat, peneliti, atau menteri.
Itu adalah pertanyaan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Karena sebuah negara hanya dapat disebut berdaulat apabila setiap simpul ruang udaranya berada dalam pengawasan negara itu sendiri.

Ketika Morowali Menjadi Cermin

Bandara IMIP bukan sekadar fisik. Ia adalah metafora dari ruang-ruang kosong yang ditinggalkan negara—ruang yang kemudian diisi penuh oleh kepentingan industri, investasi, dan percepatan pembangunan.

Namun, pembangunan tanpa pengawasan adalah sebuah undangan bagi bayang-bayang gelap untuk hidup lebih subur.

Morowali, mungkin, sedang mengajar kita satu hal:

Bahwa kemajuan yang tidak diawasi bukanlah kemajuan—melainkan kebocoran yang berwujud megah.

Example 300250